TEMPO.CO, Jakarta - Ramainya perbincangan soal pembentukan Badan Intelijen Pertahanan oleh Kementerian Pertahanan tidak membuat Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan berkomentar. Dicegat dan ditanyai perihal itu oleh awak media, Luhut memilih irit bicara.
"Saya belum mau komentar soal itu," kata Luhut singkat di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin, 13 Juni 2016.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan badan intelijen pertahanan diperlukan oleh institusi yang dipimpinnya. Menurut dia, tak wajar apabila Kemhan selaku perumus kebijakan pertahanan tidak memiliki intelijen sendiri.
Baca:
Ibu Penjual Nasi Dapat Bantuan 10 Juta dari Presiden Jokowi
Inilah Pulau Hantu yang Tak Pernah Ada
Dana untuk Ibu Eni Terkumpul Rp 265 Juta
Dejan Resmi Mengundurkan Diri, Ini Pelatih Sementara Persib
Wacana itu pun diklaim Ryamizard sudah dibicarakan dengan Presiden Joko Widodo. Ia memastikan intelijen internal Kemenhan itu tidak akan tumpang-tindih dengan organisasi telik sandi lainnya, seperti Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Intelijen Strategis (Bais).
Ryamizard beralasan dibentuknya intelijen itu lantaran hampir semua Kementerian Pertahanan di dunia mempunyai agen dinas rahasia.
Wacana pembentukan badan intelijen tersebut menuai kritik dari Wakil Ketua Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat Tubagus Hasanuddin. Hasanuddin mengatakan rencana pembentukan intelijen di Kementerian Pertahanan bertentangan dengan undang-undang yang ada.
Ada dua undang-undang yang bertentangan dengan rencana Menteri Ryamizard itu. Pertama, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yang mengatur fungsi TNI sebagai penangkal setiap bentuk ancaman militer dari luar dan dalam negeri.
ISTMAN M.P.