TEMPO.CO, Surabaya -Anik Muji Rahayu, 39 tahun, kakak kandung terduga teroris PHP, tidak menyangka adiknya terlibat terorisme. “Antara percaya nggak percaya,” kata Anik saat ditemui Tempo di rumah orang tuanya di Jalan Lebak Timur III D/18 Surabaya, Jumat 10 Juni 2016. Rumah itu yang digerebek Densus 88 saat mencokok PHP pada Rabu 8 Juni 2016.
Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia menggerebek dua terduga teroris di sebuah rumah di Jalan Lebak Timur III D Nomor 18, Surabaya, Rabu, 8 Juni 2016. Salah satu terduga teroris itu adalah PHP. Warga setempat hanya bisa melihat dari kejauhan saat penggerebekan berlangsung. Usai penggerebekan, tim Densus 88 keluar dengan membawa kardus yang berisi barang bukti yang diambil dari lokasi.
PHP baru saja tiba di Surabaya dua pekan sebelum penggrebekan. Dia sudah lama tinggal di Sulawesi bersama isteri keduanya. Kepulangannya kali ini, kata Anik, ingin menjenguk keluarga dan merenovasi rumah. Setelah 1,5 minggu bahan material habis sehingga membuat PHP berhenti merenovasi rumah itu.
“Kalau dipikir-pikir kapan merakit bomnya?” kata Anik sambil menunjukkan ruangan berukuran sekitar 4X3, kamar tidur PHP yang digerebek Densus 88. Di tempat itulah petugas Densus 88 menemukan alat bukti berupa rakitan bom. Anik sendiri tidak tahu bangaimana Densus 88 bisa menemukannya.
Anik bercerita, sewaktu penggerebekan ratusan polisi berseragam berjajar di sepanjang gang. Mobil-mobil mereka berjajar di ujung gang. Di perkampungan yang sepi itu, sekitar pukul 14.00 petugas mengetuk pintu sepanjang gang agar warga keluar dan menjauh dari rumah yang ditinggali PHP. Petugas langsung menyegel rumah itu dan memerintahkan warga untuk menjauh.
Saat penggerebekan, Anik masih ada di rumahnya sendiri yang tidak jauh dari lokasi kejadian. Baru beberapa saat kemudian, ibunya memanggilnya. Anik mencoba menerobos barisan polisi yang menggeledah rumah orang tuanya. Namun, polisi memaksa dia menyingkir.
Hingga akhir penggeledahan, Anik tidak melihat wujud asli barang bukti berupa tiga rakitan bom yang katanya di temukan di kamar itu. Polisi pun tidak menunjukkan secara langsung barang bukti yang dimaksud. Anik hanya mendapat keterangan dari polisi yang berjaga di malam harinya. Ia hanya ditunjuki foto-foto barang bukti bom yang tidak diketahuinya kapan dirakit. “Waktu saya tanya ke polisi, katanya sudah ditunjukkan ke petugas RT/RW setempat, tapi mereka juga nggak ada yang tau,” kata Anik kepada Tempo.
Ia penasaran di mana polisi menemukan barang bukti itu. Kamar PHP sudah kosong. Saat Tempo melihat dari celah pintu yang didorong Anik, hanya ada satu lemari dua pintu dan satu meja di ruang itu. Kata Anik, lemari satunya juga dikunci. Karena kamar itu, sebelumnya ditempati oleh adik PHP yang sekarang sedang sekolah di Jombang.
“Bukannya saya membela adik saya. Tapi barang bukti harus jelas. Polisi harus terbuka.” Ia menyayangkan tindakan polisi yang tidak terbuka. Keluarga merasa berhak melihat barang bukti yang membuat PHP dituduh terlibat teroris. Hingga kini, Anik juga belum tau keberadaan adiknya. Polisi hanya berjanji akan dikabari segera.
SITI JIHAN SYAHFAUZIAH