TEMPO.CO, Bojonegoro - Pemerintah Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur sedang membebaskan lahan untuk persiapan pembangunan bandara. Lahan yang dibutuhkan awalnya sekitar 130 hektare. Namun, jika terus berkembang, kebutuhan lahan bisa menjadi 300 hektare.
“Sesuai dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) Jawa Timur, bandara Bojonegoro masuk kategori rintisan umum,” kata Bupati Bojonegoro Suyoto kepada Tempo, Jumat, 10 Juni 2016. Menurut Bupati Suyoto, bandara dibutuhkan karena Bojonegoro merupakan daerah penghasil minyak bumi dan gas, sehingga perlu kebutuhan transportasi cepat. Selain itu, di jalur selatan Jawa Timur dan sebagian Jawa Tengah, fasilitas bandaranya sedikit, yaitu hanya Bandara Ahmad Yani, Semarang.
Jika bandara Bojonegoro terealisasi, tentu membantu akses untuk warga daerah sekitarnya, seperti di Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Ngawi, Nganjuk, dan Blora. “Tentu bermanfaat,” ujar Bupati. Dia berharap pemerintah pusat mendukung penuh keberadaan bandara Bojonegoro.
Jika terealisasi, lahan yang digunakan adalah tanah milik Perum Perhutani dan tanah masyarakat. Bandara ini strategis karena berada di jalur tengah, yang menghubungkan antara Kabupaten Nganjuk dan Bojonegoro, tepatnya di Desa Kunci dan Desa Sumberarum, Kecamatan Dander, serta Desa Buntalan, Kecamatan Temayang—sekitar 20 kilometer arah selatan Kota Bojonegoro.
Menurut Kepala Desa Kunci Dander Kusyono, lahan di desanya memang dicadangkan untuk bandara. Selain milik masyarakat, lahan yang dibutuhkan berasal dari Perum Perhutani. Untuk proses pembebasan lahan kini masih dalam tahap pendataan. “Saya diajak rapat oleh Dinas Perhubungan,” tuturnya kepada Tempo.
Kusyono mengatakan, jika proses pembebasan lahan ini lancar, kemungkinan pembangunan bandara bisa dimulai 2017. Namun Kepala Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Perhutani Bojonegoro Erwin mengaku belum diajak bicara menyangkut pembebasan lahan bandara.
SUJATMIKO