TEMPO.CO, Bengkulu – Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Provinsi Bengkulu Iswandi Ruslan mengatakan nelayan tradisional sudah tak melaut selama satu bulan akibat tingginya gelombang. Menurut Iswandi, kondisi nelayan terutama di Kota Bengkulu, mulai memprihatinkan karena tak ada penghasilan.
“Untuk memenuhi kebutuhan hidup, sebagian besar dari nelayan akhirnya mencari selamat lewat pinjaman ke rentenir,” kata Iswandi saat ditemui, Jumat 10 Juni 2016.
Seharusnya, kata Iswandi, pemerintah daerah turun tangan mencarikan solusi setelah melihat keadaan itu. Apalagi informasinya gelombang tinggi akan berlangsung hingga bulan depan. “Kami telah meminta ke Dinas Kelautan dan Perikanan, serta Dinas Sosial untuk menyalurkan bantuan namun belum ada tanggapan,” ujarnya.
Salah seorang nelayan di Kelurahan Pasar Malabero, Kota Bengkulu, yang bernama Hengki mengatakan kebutuhan sehari-hari para nelayan tergantung dari pendapatan melaut. Ombak tinggi akhir-akhir ini membuat mereka tak bisa berbuat apa-apa. “Karena tidak mungkin terus-terusan utang sana-sini, beberapa ada yang mulai mencari pekerjaan lain. Tapi tidak mudah karena terbatasnya keahlian,” ujar dia.
Menurut Hengki bila laut sedang bersahabat, dalam sehari nelayan bisa membawa pulang pendapatan bersih berkisar Rp 100.000 - Rp 250.000 setelah dipotong membeli solar. Mereka hanya melaut di sekitar pesisir pantai tidak kurang dari 3 mil.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Bengkulu Mulyani mengatakan pihaknya telah menurunkan tim untuk memverifikasi data di lapangan sekaligus menetapkan jumlah bantuan yang dibutuhkan.
Verifikasi ini, katanya, untuk sinkronisasi data ke kelurahan masing-masing agar bantuan yang disalurkan pemerintah daerah tepat sasaran. “Kalau dari hasil tinjauan memang harus dibantu, ya nanti stok yang ada di Badan Penanggulangan Bencana Daerah kami turunkan, seperti makanan siap saji, tambahan gizi dan lain sebagainya,” ucapnya.
Kepala Dinas Sosial Bengkulu Din Ikhwan menambahkan akan menggelar rapat dengan Basarnas dan BPBD untuk berkoordinasi mengantisipasi persoalan nelayan dan beberapa korban banjir rob di beberapa wilayah Bengkulu. “Dinas Sosial sendiri tidak memiliki dana khusus untuk ini, makanya kita akan berkoordinasi dengan beberapa pihak yakni Basarnas dan BPBD,” kata Din.
Khusus untuk nelayan yang tidak dapat melaut, Din menuturkan tidak dapat memberikan bantuan secara langsung. Menurutnya, yang bisa disaluri bantuan sejauh ini hanya korban banjir dan longsor. Karena itu Din akan menggandeng Bulog untuk melakukan operasi pasar di permukiman nelayan, seperti Kampung Bahari, Pasar Malabero dan Teluk Sepang. “Setidaknya bila harga sembako murah dapat sedikit meringankan mereka,” ujar dia.
PHESI ESTER JULIKAWATI