TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan ada kesalahan besar dalam pemanfaatan hutan di masa lalu. Hutan dibabat dengan harapan masyarakat semakin makmur. Namun yang terjadi justru kerusakan hutan yang berdampak pada mahalnya ongkos yang harus dikeluarkan untuk rehabilitasi.
"Kita pernah mempunyai kesalahan luar biasa. Kalau diingat, pada 1960 sampai 1970-an, membabat hutan artinya kemakmuran, sehingga orang-orang dianggap paling terpandang apabila mempunyai jutaan hektare hutan yang siap dibabat," kata Kalla dalam pembukaan Pekan Lingkungan Hidup Kehutanan di Jakarta Convention Center, Jakarta, Kamis, 9 Juni 2016.
Dalam aturan pembabatan hutan, sebenarnya ada sistem yang mengharuskan adanya reboisasi. Namun kesalahan, kecerobohan, dan kesengajaan membuat reboisasi tidak dilakukan. Padahal, pada waktu itu, kata Kalla, hutan kayu hanya diberikan fee paling tinggi US$ 5 per kubik. Meski begitu, hutan habis di beberapa tempat serta mengakibatkan banjir dan pemanasan iklim. Pembabatan hutan yang dimaksudkan untuk kemakmuran bangsa justru menyebabkan kemiskinan.
Kalla mengatakan rehabilitasi harus dilakukan untuk mengembalikan fungsi hutan. "Saya yakin ongkos rehabilitasinya jauh lebih mahal daripada manfaat sebelumnya dari pembabatan hutan itu," kata Kalla. Namun dia juga menegaskan, kesalahan dalam pengelolaan hutan itu menjadi kesalahan bersama, termasuk negara-negara lain, yang menikmati hasil produk kayu. Karena itu, di beberapa seminar, kata Kalla, dia selalu mengatakan kesalahan ini juga melibatkan negara-negara lain, sehingga mereka membayar dengan carbon pricing.
Berbagai upaya rehabilitasi hutan dilakukan pemerintah melalui reboisasi, penghijauan melalui gerakan 1 juta hektare, 1 miliar pohon, juga perbaikan lingkungan dan pengelolaan sampah. Pelestarian lingkungan juga dilakukan dengan membatasi penggunaan kantong plastik dan sertifikasi kayu. "Semua itu program-program yang harus dijalankan secara bersamaan untuk kesejahteraan kita, untuk kualitas hidup kita semua," kata Kalla.
Pekan Lingkungan Hidup Kehutanan ke-20 merupakan bagian dari peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang jatuh pada 5 Juni. Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya mengatakan tema yang diambil pada tahun ini adalah “Selamatkan Tumbuhan dan Satwa Liar untuk Kehidupan”. Tema itu sejalan dengan tema yang ditetapkan United Nations Environment Programme, yaitu Go Wild for Life.
Siti mengatakan tema tersebut dipilih untuk mendorong masyarakat lebih peduli dalam melawan dan mencegah semua bentuk kejahatan terhadap tumbuhan dan satwa liar. "Tema tersebut juga diharapkan menjadi kekuatan inspiratif bagi setiap individu, yang secara kolektif akan menjadi kekuatan besar dalam melakukan perubahan kehidupan di dunia, sebagai penyeimbang siklus karbon, menjaga regenerasi hutan, dan sebagai penyeimbang ekosistem kehidupan," kata Siti.
AMIRULLAH