TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Andi Eka Sakya mengimbau masyarakat pesisir mewaspadai gelombang pasang yang terjadi beberapa waktu terakhir.
Menurut Andi, fenomena tersebut bakal tetap terjadi hingga 23 Juni 2016. "Pada 15-23 Juni 2016, diperkirakan fenomena yang sama juga terjadi," kata Andi lewat pesan WhatsApp di Jakarta, Kamis, 9 Juni 2016.
Andi mengimbau masyarakat mewaspadai gelombang laut yang bersifat abrasif. Selain itu, untuk sektor pariwisata, demi keamanan turis, restoran, dan hunian, perlu mempertimbangkan garis batas aman saat pasang naik.
"Air laut sifatnya mempercepat korositas. Sebaiknya semua barang dari logam dibersihkan setelah terkena imbas rob," ucap Andi.
Berdasarkan prakiraan gelombang selama sepekan ke depan dalam situs Maritim.bmkg.go.id, gelombang setinggi 2,5-4 meter terjadi di beberapa tempat, seperti perairan Sabang, perairan barat Kepulauan Simeulue, perairan barat Kepulauan Mentawai.
Wilayah lain yang juga terkena dampak gelombang tinggi adalah perairan Bengkulu, Pulau Enggano, perairan barat Lampung, Selat Sunda bagian selatan, perairan selatan Pulau Jawa, perairan selatan Bali, dan perairan selatan Nusa Tenggara Timur.
Andi menilai gelombang pasang adalah fenomena yang wajar terjadi. Fenomena ini terjadi karena gaya tarik bulan terhadap bumi, sehingga muka air laut naik. "Ini karena siklus bulan mati-bulan purnama sekitar dua mingguan," ujar Andy.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG Yunus S. Swarinoto sebelumnya menyatakan gelombang tinggi terjadi akibat pengaruh astronomi terjadinya bumi, bulan, dan matahari yang berada dalam satu garis lurus (spring tide). Ini merupakan siklus bulanan yang normal.
Namun ini menjadi berbahaya karena bersamaan dengan terjadinya anomali positif tinggi muka air laut di wilayah Indonesia setinggi 15-20 sentimeter.
"Kondisi ini memberi dampak yang menimbulkan kerugian materi di beberapa wilayah, seperti pesisir Jakarta, Pekalongan, dan Semarang," tutur Yunus.
ARKHELAUS W.