TEMPO.CO, Jakarta - Panitia khusus pembahasan revisi Undang-Undang tentang Tindak Pidana Terorisme Dewan Perwakilan Rakyat kembali menggelar rapat dengar pendapat umum hari ini.
Brigadir Jenderal (Purnawirawan) Anton Tabah mengatakan program deradikalisasi saat ini dianggap gagal total. "Karena hanya dilakukan oleh BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme)," katanya di Gedung DPR, Jakarta, Rabu, 8 Juni 2016.
Anton menambahkan pencegahan terorisme perlu keterlibatan Kementerian Pendidikan, Kementerian Agama, BNPT dan Majelis Ulama Indonesia. Keempat lembaga tersebut dapat merumuskan kurikulum tentang pencegahan dan deradikalisasi.
Anton menambahkan, pada dasarnya pencegahan bukan ranah polisi. Pembentukan Detasemen Khusus 88 pun dengan tujuan penindakan. Maka, bila ingin mengedepankan pencegahan, ujarnya, perlu menyatukan di antara lembaga-lembaga yang relevan. "Ini harus terpadu," ujarnya.
Menurut Anton pemahaman ayat-ayat suci pelaku teror sangat mendasar. Mereka terjebak pada pemahaman sempit soal kafir, surga, neraka dan lainnya, sehingga mereka mudah terpengaruh untuk menjadi 'pengantin'.
Dalam perumusan kurikulum deradikalisasi, menurutnya, bisa memasukkan program kursus bagi pemuka agama, sehingga penyampaian ajaran agama menjadi lebih komprehensif.
Peneliti dari Yayasan Indonesia Institute for Society Empowerment (Insep) Ahmad Baedowi menambahkan, selama ini program deradikalisasi berjalan sendiri-sendiri. "BNPT sendiri, LSM sendiri, tidak ada pencatatan," ujarnya.
AHMAD FAIZ