TEMPO.CO, Yogyakarta - Kasus pelecehan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga banyak terjadi di lingkungan pendidikan, pendidik, dosen, guru maupun tenaga akademik. Kasus pelecehan seksual di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada yang sedang ramai dibicarakan bukanlah satu-satunya peristiwa.
"Sejak tahun 2000 hingga 2015 ada 214 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan profesi dosen, guru, maupun staf akademik. Ada 32 kasus pelecehan seksual dan 8 perkosaan. Sebanyak 148 kasus kekerasan terhadap istri, 22 kasus kekerasan dalam pacaran dan 6 kasus dalam rumah tangga," kata Suharti, Direktur Rifka Annisa, Women's Crisis Center Yogyakarta, Selasa, 7 Juni 2016.
Menyoroti kasus pelecehan seksual di kampus, ia menyatakan, tidak hanya terjadi Universitas Gadjah Mada saja. Namun beberapa universitas baik negeri maupun swasta juga ada. Namun ia tidak mau menyebutkan universitas mana saja yang telah terjadi pelecehan terjaga perempuan.
Namun, dengan terungkapnya kasus dosen Fisipol Universitas Gadjah Mada berinisial EH, justru universitas itu diapresiasi. Sebab, dengan adanya sanksi berat terhadap dosen jurusan Hubungan Internasional itu berarti laporan sekecil apapun soal pelecehan seksual ditindaklanjuti.
Ia menambahkan, kasus pelecehan seksual yang terjadi di dunia pendidikan sering kali tidak hanya satu korban. Sayangnya banyak korban yang tidak berani melapor atau mengadukan.
"Karena posisi relasi kuasa yang tidak imbang antara korban dan pelaku. Juga proses hukum pidana yang panjang bagi korban dan keluarga. Selain itu juga tekanan sosial atas nama menjaga nama baik institusi, lalu adanya stigma negatif masyarakat bagi korban kekerasan seksual," kata Suharti.
Selain itu, tidak adanya mekanisme pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan di lingkungan pendidikan yang menjamin keamanan dan kerahasiaan bagi korban. Jumlah kasus pelecehan seksual yang tidak berlanjut ke ranah hukum sedikit karena lemahnya sistem dan penegakan hukum terkait pembuktian. Karena, untuk pembuktian sering ada kelemahan disebabkan saat kejadian berada di ruang privat, tidak ada saksi dan minimnya alat bukti.
"Kami mendorong agar Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual segera disahkan," kata dia.
MUH SYAIFULLAH
Jakarta -