TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pertahanan asal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) DPR Tubagus Hasanuddin mengatakan rencana pembentukan intelejen di Kementerian Pertahanan bertentangan dengan Undang Undang yang ada.
"Bukan soal perlu atau tidak, itu orang lapangan yang tahu, tapi kalau mau bikin (badan intel) ubah dulu UU-nya," kata dia di gedung Nusantara II DPR, Senayan, Selasa, 7 Juni 2016.
Ada dua UU yang menurut dia bertabrakan dengan rencana Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu itu. Yang pertama, kata Hasanuddin, adalah Undang Undang nomor 34 tahun 2004 tentang Fungsi TNI sebagai penangkal setiap bentuk ancaman militer dari luar dan dalam negeri.
"Atase pertahanan (Athan) adalah mata dan telinganya TNI. Kalau dipindah ke Kemhan, dasar perhitungan intelejen TNI (dalam perang) nanti dari mana?" kata dia.
Yang kedua, adalah UU nomor 17 tahun 2011 tentang Intelejen Negara, bahwa fungsi intelejen pertahanan hanya diselenggarakan oleh TNI. Athan, saat ini dikelola bersama Badan Intelejen Strategis (Bais) oleh Panglima TNI,
Menurutnya, badan intelijen internal yang ingin dibentuk Kemhan itu mungkin saja sangat dibutuhkan. Namun, DPR keberatan jika pembentukan badan itu tak sesuai UU yang berlaku.
"Kalau itu perlu, ubah dulu UU-nya, bilang 'Ah, UU ini sudah kuno', lalu dibicarakan di DPR. Amankan dulu UU-nya agar tak bertentangan," ujar Hasanuddin menjelaskan.
Ryamizard menyatakan rencana membentuk badan intelejen Kemhan. Menurutnya, tak wajar bila Kemhan sebagai perumus kebijakan pertahanan tak memiliki intelejen sendiri. "Selain intelijen dalam negeri dan hukum, harus ada intelijen pertahanan," kata Ryamizard, Senin kemarin.
Wacana tersebut, kata Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat itu, sudah dibicarakan dengan Presiden Joko Widodo. Dia pun menjanjikan bahwa intelejen internal Kemhan itu tak akan tumpang tindih dengan badan intelejen lain, seperti Badan Intelejen Negara (BIN) dan Bais.
YOHANES PASKALIS