TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti bidang korupsi politik Indonesia Corruption Watch, Donal Fariz, mengatakan Kepala Polri yang baru tidak boleh memiliki keterikatan dengan partai politik. Keterikatan dengan partai politik, kata Donal, akan membahayakan obyektivitas penegakan hukum di Indonesia.
"Presiden harus independen dan bebas dari tekanan partai politik untuk memilih Kapolri," kata Donal saat dihubungi Tempo melalui pesan WhatsApp, di Jakarta, Selasa, 7 Juni 2016. Menurut dia, independensi Presiden penting untuk menghindari kegaduhan politik yang mungkin terjadi.
Namun Donal mengakui bahwa aroma politik dalam pemilihan Kapolri baru selalu ada. Menurut Donal, Presiden perlu mencari cara untuk menetralisasi kepentingan partai dalam menentukan pilihan Kapolri baru. "Sudah rahasia umum kandidat cenderung mendekati partai," kata dia. Donal tak menyebutkan spesifik kandidat yang dimaksud.
Bursa calon Kapolri kian panas seiring dengan Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti memasuki masa pensiun. Nama kuat muncul seperti Wakil Kapolri Komisaris Jenderal Budi Gunawan dan Kepala Badan Narkotika Nasional Komisaris Jenderal Budi Waseso.
Keduanya dinilai sebagai kandidat kuat untuk menempati posisi Trunojoyo Satu tersebut. Selain dua Budi itu, masih ada lima perwira berpangkat Komisaris Jenderal yang berpeluang mendapat posisi nomor satu di Korps Tribarata. Mereka adalah Dwi Priyatno, Tito Karnavian, Putut Eko Bayu Seno, Syafruddin, dan Suhardi Alius.
Senada dengan Donal, pengamat kepolisian, Bambang Widodo Umar, mengingatkan bahwa Kapolri bukanlah jabatan politik, melainkan jabatan teknis dalam kepolisian negara. Kekhawatirannya, jika calon Kepala Polri didasari hubungan politik, akan ada banyak intervensi di kubu kepolisian. "Polisi itu harus melindungi semua," kata Bambang saat dihubungi kemarin.
ARKHELAUS W. | LARISSA H.