TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Nusron Wahid, mengatakan sekitar 50 persen tenaga kerja Indonesia di Malaysia tidak berangkat sesuai dengan prosedur. Artinya, tidak terdaftar di BNP2TKI. “Memang untuk di Malaysia, hampir 50 persen TKI itu unprocedural,” kata Nusron saat ditemui di kantornya di Jakarta, Senin, 6 Juni 2016.
Selain itu, Nusron menyebutkan ada sekitar 228 TKI yang kini terancam hukuman mati di Malaysia. Berdasarkan data resmi BNP2TKI, jumlah tenaga kerja Indonesia di Malaysia pada periode Januari-April 2016 adalah 30.404 tenaga kerja. Ini paling banyak dibandingkan dengan negara penempatan tenaga kerja asal Indonesia lainnya.
Untuk itu, Nusron meminta semua TKI mendaftarkan dirinya di BNP2TKI sebelum berangkat. Selain bakal mendapatkan pendidikan sebelum diberangkatkan, TKI dapat mengikuti pembekalan akhir pemberangkatan. “Jadi, dia pasti mengetahui hukum dan lingkungan di sana (lokasi kerjanya di luar negeri),” kata Nusron.
Selain itu, Nusron berujar, apabila terdaftar dalam portal BNP2TKI, tenaga kerja Indonesia dapat terkoneksi dengan pihak kedutaan. Ini memudahkan usaha mendapatkan pertanggungjawaban perusahaan penyalur tenaga kerja jika ada insiden yang tidak diinginkan. “Tapi kalau tidak lewat BNP2TKI, kami tidak mengerti. Siapa yang memberangkatkan? Tinggal di mana? Dan siapa yang bertanggung jawab?” kata Nusron.
Sayangnya, sampai sekarang, kata Nusron, pencatatan penempatan TKI sulit dilakukan. Pertama, Nusron berujar, pihaknya kesulitan dalam melacak data dan dokumen tenaga kerja. Kedua, pemerintah tak bisa melacak posisi dan tempat kerja tenaga kerja asal Indonesia.
Padahal, dengan PAP, kata Nusron, pihaknya ingin menyelaraskan kebutuhan informasi pemerintah dan kebutuhan informasi pencari kerja.
ARKHELAUS W.