TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Front Pembela Islam Habib Rizieq, yang turut menjadi inisiator Simposium Anti-Partai Komunis Indonesia, menyambangi kantor Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan. "Kami datang untuk menyampaikan sembilan poin rekomendasi simposium di Balai Kartini, kemarin," ujar Rizieq di depan kantor Luhut, Jumat, 2 Juni 2016.
Rizieq, yang datang setelah memimpin iring-iringan massa menyuarakan anti-PKI, mengatakan rekomendasi mereka akan dipertimbangkan pemerintah. "Intinya, ada kesepakatan. Kami minta ketegasan sikap pemerintah."
Kesepakatan yang dimaksud Rizieq berkaitan dengan sikap pemerintah dalam menjaga implementasi Ketetapan MPRS Nomor 25 Tahun 1966, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999, dan Tap MPR Nomor 1 Tahun 2003. Rizieq mewakili organisasinya meminta pemerintah tidak membiarkan munculnya atribut dan gerakan mengusung kembali ideologi PKI. "Paling penting, tidak boleh negara ini meminta maaf kepada PKI," ujarnya.
Terkait dengan rekonsiliasi yang menjadi rekomendasi Simposium 65 yang digelar pada April lalu, Rizieq mengatakan pihaknya tidak menolak konsep rekonsiliasi. "Yang kami inginkan adalah rekonsiliasi yang berlangsung alami selama ini. Saya pikir tinggal diperkuat, tak usah mencari format baru." Menurut Rizieq, Luhut sudah menyepakati rekomendasi yang mereka bawa.
Mayor Jendral purnawirawan Kivlan Zen, yang juga datang bertemu dengan Luhut pada Jumat siang, membenarkan hal itu. Kivlan berkata pemerintah akan menyatukan rekomendasi Simposium Anti-PKI dengan rekomendasi Simposium Tragedi 1965 pada April lalu. "Prinsipnya, pemerintah menerima semua rekomendasi simposium kami di Balai Kartini," ucap Kivlan.
Dua rekomendasi dari hasil Simposium Anti-PKI dan Simposium 65, menurut Kivlan, akan disodorkan Luhut kepada presiden pada waktunya. "Pokoknya, PKI tidak boleh hidup. Menkopolhukam setuju, Pak Luhut anti-PKI!"
YOHANES PASKALIS