TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Pengadilan Negeri Bengkulu Encep Yuliadi bungkam saat wartawan mencoba mengkonfirmasi suap senilai Rp 1 miliar kepada hakim Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Kepaihang, Bengkulu, setelah ia diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Astagfirullah, astagfirullah," kata Encep sembari menutup wajahnya dari kamera awak media di gedung KPK, Jakarta, Kamis, 2 Juni 2016.
Encep tiba di gedung KPK pukul 10.25. Selama 8 jam, dia menjalani pemeriksaan terkait dengan kasus suap hakim di wilayah kehakimannnya.
Juru bicara KPK, Yuyuk Andrianti Iskak, menyatakan pemeriksaan terhadap Encep dilakukan untuk mengetahui penanganan kasus di pengadilan tersebut. "Ditanyai seputar pengetahuannya tentang penanganan kasus di PN tersebut dan keterkaitannya dengan tersangka ES," kata Yuyuk.
PN Bengkulu menjadi sorotan ketika KPK mencokok lima orang yang diduga melakukan praktek suap untuk mempengaruhi putusan pengadilan pada 23 Mei 2016. Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang Janner Purba bersama hakim ad hoc Tipikor Pengadilan Negeri Kota Bengkulu, Toton, merupakan penerima suap.
KPK juga mencokok bekas Wakil Direktur Utama dan Keuangan Rumah Sakit Umum Daerah M. Yunus Bengkulu, Edi Santroni, dan bekas Kepala Bagian Keuangan RSUD M. Yunus, Syafri Syafii. Keduanya diduga berperan sebagai pemberi suap. Dalam pencocokan tersebut, penyidik menyita duit Rp 150 juta dari tangan Janner. Pada 17 Mei, Janner menerima duit Rp 500 juta dari Edi.
Perkara korupsi ini bermula saat Surat Keputusan Gubernur Nomor Z.17XXXVIII tentang Tim Pembina Manajemen RSUD M. Yunus dikeluarkan. SK tersebut diduga bertentangan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Dewan Pengawas. Akibatnya, negara diperkirakan rugi Rp 5,4 miliar.
ARKHELAUS W.