TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Penyiaran Indonesia kembali menerbitkan edaran terkait dengan batasan penyiaran proses pemeriksaan, interogasi, dan wawancara terhadap pelaku kejahatan di program jurnalistik. Aturan dibuat atas koordinasi dengan Kepolisian Republik Indonesia.
Berdasarkan aturan P3 dan SPS KPI Tahun 2012 Pasal 43 huruf b, rekaman proses interogasi kepolisian terhadap tersangka tindak kejahatan tidak boleh disiarkan. "Aturan dibuat agar ada batasan penyiaran mengenai pelaku dan tindak kejahatan," ucap Wakil Ketua Umum KPI Idy Muzayyad saat dihubungi Tempo, Selasa, 31 Mei 2016.
Ia mengatakan tayangan di televisi tidak boleh menimbulkan kengerian bagi penonton. Koordinasi penyiaran bersama Polri telah dijalin dalam waktu yang lama. "Edaran kembali diterbitkan mengingat masih adanya lembaga penyiaran yang melanggar," ujarnya.
Menurut Idy, sanksi terberat bagi pelanggar ialah penghentian program. "Dengan pertimbangan bahwa tayangannya merupakan program jurnalistik, sanksi ringan yang dijatuhkan berupa surat teguran," tuturnya.
Idy mengatakan batasan mengacu pada Pasal 17 huruf a poin 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Dalam aturan itu dijelaskan setiap badan publik wajib membuka akses bagi setiap pemohon informasi publik untuk mendapat informasi publik. Namun aturan tersebut tidak berlaku bagi informasi yang apabila dibuka dapat menghambat proses penyelidikan dan penyidikan suatu tindak pidana.
Polri telah berkoordinasi secara internal dengan menerbitkan peraturan internal dalam telegram kepolisian terkait dengan masalah tersebut. Kepolisian dilarang mengizinkan media berada di dalam ruang penyidikan saat pemeriksaan berlangsung, termasuk media dilarang melakukan perekaman dan peliputan.
Kepala Polri juga menginstruksikan pihak tertentu yang dapat memberi keterangan, di antaranya kepala bidang hubungan masyarakat, kepala kepolisian daerah, atau kepala satuan kerja yang didampingi kabid humas. Selain mereka, pihak lain tidak diperkenankan memberi keterangan.
Saat konferensi pers, tersangka tidak diperkenankan berbicara. Setiap pertanyaan yang diajukan dalam konferensi pers mengenai tersangka atau perkaranya hanya dapat dijawab kabid humas yang bersangkutan.
Tersangka juga tidak boleh tampil tanpa penutup wajah. "Jika tidak memakai penutup wajah, tersangka harus membelakangi kamera," ucap Idy. Jika wajah tersangka terlihat, lembaga penyiaran wajib melakukan penyamaran.
VINDRY FLORENTIN