TEMPO.CO, Jakarta - Rita Krisnawati, tenaga kerja wanita asal Ponorogo Jawa Timur, Senin, 30 Mei 2016 divonis mati oleh Mahkamah Tinggi Penang Malaysia. Rita ditangkap polisi Malaysia saat membawa sabu-sabu.
Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah menyayangkan majelis hakim yang tidak mengangkat fakta ke persidangan bahwa ada bukti percakapan yang menunjukan Rita tidak mengetahui tentang barang yang ia bawa itu. Padahal, pihaknya telah berupaya mendorong hakim untuk mempertimbangkan fakta tersebut."Tetapi itu tidak jadi bagian dari amar putusan," kata Anis.
Anis mendesak Pemerintah Indonesia segera mengajukan langkah banding untuk meringankan hukuman Rita. Anis menyebutkan pihaknya juga telah berupaya memberikan pendampingan kepada Rita selama proses hukum berlangsung.
Meski, pemerintah sudah menyiapkan pengacara, menurut Anis, bukanlah perkara mudah mendampingi tersangka dengan kasus yang dituntut dengan hukuman mati. "Perlu kegigihan dan intensitas tinggi bagaimana mencari bukti yang meringankan dia. Semoga ada ruang untuk melakukan itu."
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yambise mengatakan telah berkoordinasi dengan pihak Malaysia melalui duta besar Indonesia di sana. "Kami berkoordinasi untuk melihat penanganan selanjutnya mengenai hukuman mati seperti apa," katanya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin, 30 Mei 2016.
Yohana menyebutkan bahwa dia telah menerima laporan tertulis terkait penanganan kasus Rita tersebut. Dia pun kini sedang berupaya untuk berkomunikasi dengan keluarga Rita. "Kita juga harus memberikan pemahaman ke keluarganya di sini."
Yohana berujar pemerintah juga akan berusaha mengkomunikasikan langsung permohonan pemberian ampunan kepada Rita, dengan otoritas Malaysia. "Kalau kita bisa memgambil cara terbaik bagaimana mendekati pemerintah sana supaya ada pengampunan," ujarnya.
Berdasarkan cerita Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Kependudukan Jawa Timur Sukardo, Rita adalah salah satu tenaga kerja Indonesia ilegal yang bekerja di Hong Kong. Tapi, Rita hanya bekerja selama kira-kira tiga bulan.
Saat Rita tak bekerja, menurut Sukardo, Rita masih menetap di Hongkong. Beberapa waktu kemudian saat ingin pulang ke Ponorogo, Rita ditawari oleh seorang temannya agar mau dititipi sebuah tas yang katanya berisi pakaian. Tas itu diberikan ke Rita saat berada di India. "Tapi ternyata sampai di Malaysia ditangkap karena tas itu membawa sabu-sabu," ujarnya.
Kasus Rita telah bergulir sejak 2013 lalu. Rita kedapatan membawa tas berisi 4 kilogram sabu-sabu saat transit di Bandara Malaysia. Atas tuduhan tersebut, ia dijerat pasal 39B Akta Dadah Berbahaya Tahun 1952 dengan ancaman hukuman gantung jika terbukti bersalah.
Rita bukanlah satu-satunya warga Indonesia yang sedang menghadapi tuntutan hukuman mati akibat terjebak sindikat jaringan narkoba. Setidaknya, dari 212 orang yang harus menghadapi hukuman mati, mayoritas tuduhannya adalah kepemilikan narkoba.
LARISSA HUDA|GHOIDA RAHMAH|EDWIN FAJERIAL (SURABAYA)