TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Perempuan Dewan Perwakilan Rakyat Deding Iskak mengatakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak tidak akan tumpang-tindih dengan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual.
"Tidak akan. Ini akan saling menguatkan," ucap Deding saat dihubungi Tempo, Jumat, 27 Mei 2016.
Deding menilai keputusan pemerintah mengeluarkan perpu tersebut sudah tepat. Sebab, bila memilih merevisi UU Perlindungan Anak lewat DPR, akan memakan waktu lama. "Belum dibahas dulu di Bamus (Badan Musyawarah) dan lainnya. Paling cepat enam bulan," ujarnya.
Politikus Partai Golongan Karya ini yakin DPR akan menerima perpu tersebut dan meloloskannya sebagai UU. "Ini lebih komprehensif. DPR akan membahasnya," tutur Deding.
Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas menyatakan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual akan menjadi payung hukum secara umum. Sebab, bila hanya mengacu pada perpu, belum mencakup perlindungan bagi korban dewasa. "Perpu yang kemarin kan perubahan pada Undang-Undang Perlindungan Anak," katanya.
Hukuman kebiri pun tidak bisa diterapkan pada pelaku kekerasan seksual bila korbannya sudah dewasa. Maka UU Penghapusan Kekerasan Seksual akan saling menguatkan satu sama lain.
Perpu tersebut telah ditandatangani Presiden Joko Widodo pada Rabu kemarin. Dalam perpu itu diatur pemberatan hukuman, pidana tambahan, dan tindakan lain bagi pelaku.
Pemberatan hukuman mencakup pidana hingga 20 tahun, seumur hidup, bahkan hukuman mati. Selain itu, tindakan lain yang dikenakan berupa kebiri secara kimia dan penanaman cip.
AHMAD FAIZ