TEMPO.CO, Bandung - Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMDP) Jawa Barat Koesmayadi Tatang Padmadinata mengatakan, pemerintah provinsi Jawa Barat bersedia menerima pendamping desa hasil proses seleksi yang dilakukan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDT). Syaratnya Jawa Barat boleh memecat pendamping desa yang terbukti kader partai. “Nanti kalau ada indikasi penyimpangan kami berhak menolak bahkan bisa memutuskan kontraknya. Itu perjanjiannya,” kata Koesmayadi Bandung, Jumat, 27 Mei 2016.
Koesmayadi mengatakan, pemerintah Jawa Barat termasuk lima daerah yang sempat menolak mengirim perwakilannya pada Kementerian Desa untuk menyeleksi calon pendamping yang kini sedang direkrut kementerian tersebut. Lima daerah itu adalah Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dia beralasan, lima daerah itu menunggu penjelasan soal proses perekrutan pendamping desa yang kini ditangani langsung semua prosesnya oleh Kementerian PDT. Lima daerah itu sepakat meminta kementerian menunda proses itu karena pendamping yang aktif saat ini, yang mayoritas eks pendamping program PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri) akan habis masa tugasnya pada 31 Mei ini. Sedangkan proses perekrutan pendamping memakan waktu lama.
Koesmayadi mengakui, selain soal itu, ada kekhawatiran proses perekrutan tidak netral. Salah satunya, adanya laporan dan temuan calon pendamping desa yang lolos seleksi yang dilakukan Kementerian PDT itu kader partai politik. Persyaratan pendamping desa misalnya bukan kader partai, serta harus bekerja penuh waktu. “Ada kader partai, ada juga yang double job," ujarnya.
Menurut Koesmayadi, perwakilan lima daerah itu sudah bertemu dengan Sekjen Kementerian Desa di Jakarta. Pertemuan itu menyepakati 11 kesepakatan. Di antaranya proses pengambilan atau pemilihan pendamping harus netral, perwakilan daerah yang dikirim ke pusat tidak boleh di intervensi keputusannya, serta jaminan boleh memecat pendamping yang diketahui kemudian berasal dari kader partai politik.
Sehari sebelumnya Komisi V DPR menggelar Rapat Dengar Pendapat dengan perwakilan Badan Nasional Pendamping Desa membahas soal proses perekrutan pendamping desa. Salah satu yang dibahas adalah proses perekrutan yang dituding tidak transparan.
AHMAD FIKRI