TEMPO.CO, Solo - Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jawa Tengah II melakukan eksekusi penyanderaan (gijzeling) terhadap seorang pengusaha di Surakarta. Pengusaha yang mengemplang pajak hingga Rp 43 miliar itu harus disandera dan mendekam di Rumah Tahanan Kelas 1-A Surakarta.
Berdasarkan pantauan Tempo, pengusaha di bidang perdagangan berinisial SDH itu dijebloskan ke rutan sekitar pukul 10.30 WIB, Jumat, 27 Mei 2016. Saat turun dari mobil, perempuan berusia 69 tahun tersebut langsung menutupi wajahnya dengan map yang dibawa. Petugas langsung membawanya ke sel Blok A setelah memeriksa kelengkapan dokumen.
Kepala Kanwil DJP Jawa Tengah II Lusiana mengatakan pihaknya terpaksa menyandera pengusaha tersebut selama enam bulan. ”Bisa dibebaskan jika melunasi utang pajaknya,” katanya seusai eksekusi.
Menurut Lusiana, Kantor Pajak telah melakukan penagihan sesuai dengan prosedur. Upaya penyanderaan, dia menjelaskan, telah mempertimbangkan beberapa persyaratan, seperti nominal tunggakan, kesehatan, serta kemampuan ekonomi dari pengusaha.
Lusiana menuturkan SDH memiliki masalah perpajakan pada 2008. Lantas, pihaknya memproses kasus tersebut pada 2012. ”Saat itu tunggakan pajaknya hanya Rp 21 miliar,” ujarnya. Saat ditagih, SDH mengajukan perlawanan melalui Peradilan Pajak. Hanya, perlawanan tersebut ternyata ditolak hakim pajak. ”Pengadilan bahkan memberi denda 100 persen dari tanggungan pajaknya,” ucapnya. Dengan demikian, kewajiban yang harus dibayar menjadi Rp 42 miliar.
Penyanderaan yang dilakukan terhadap SDH itu merupakan kedua kalinya dalam tahun ini. Sebelumnya, Kanwil DJP Jawa Tengah II menyandera pengemplang pajak asal Purworejo. Pengusaha tersebut memiliki tunggakan pajak sebesar Rp 380 juta. "Setelah disandera, pengusaha tersebut langsung melunasi pajaknya sehingga langsung dilepas," kata Lusiana.
Kepala Keamanan Rutan Kelas 1-A Surakarta Urip Darma Yoga mengatakan pihaknya menempatkan SDH di sel di Blok A. ”Blok tersebut khusus untuk wanita,” ujarnya.
Pihak rutan menyediakan sel khusus untuk penyanderaan pajak yang terpisah dengan warga binaan yang lain. Alasannya, kata Lusiana, pihaknya harus memberi perlakuan berbeda terhadap sandera pajak. ”Sandera pajak tidak boleh menerima kunjungan, selain dari keluarga dan pengacara,” katanya. Setiap kunjungan, keluarga dan pengacara harus memperoleh izin khusus dari Kantor Pajak. ”Akses untuk keluar dari sel juga sangat dibatasi.”
Dia memastikan kondisi fisik perempuan tua tersebut memungkinkan untuk menjalani penyanderaan. ”Sudah kami periksa kesehatannya,” katanya. Selain itu, pihaknya telah memeriksa kelengkapan dokumen dari Kantor Pajak.
AHMAD RAFIQ