TEMPO.CO, Jakarta - Perwakilan pegawai negeri berstatus honorer kategori 2 atau tak memenuhi kualifikasi sarjana strata 1 (S-1) mengadukan persoalan tak diangkatnya mereka sebagai pegawai negeri ke Ombudsman RI. Mereka yang mengatasnamakan Gerakan Honorer Kategori 2 Indonesia Bersatu beranggapan adanya kecurangan dalam tes penerimaan calon pegawai negeri.
"Ada beberapa teman kami yang membayar tapi tidak lulus, mereka jujur kepada kami," kata Humas dan Keorganisasian gerakan itu, Suko Aji Reno, di Gedung Ombudsman, Jakarta Selatan, Rabu, 25 Mei 2016. Suko Aji mengatakan, ada penundaan pengumuman penerimaan sebanyak tujuh kali dan nilai mereka tak dipublikasikan.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi, dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi II DPR pada 20 Januari 2016, menyatakan pengangkatan bertahap pegawai negeri yang kebanyakan guru itu batal karena payung hukum dan anggaran yang tak memungkinkan. Ketika demonstrasi pegawai honorer 15 September tahun lalu, Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi serta Komisi Pemerintahan DPR juga menyatakan akan mengangkat secara bertahap menjadi calon pegawai negeri dan menuntaskan persoalan 440 pegawai honorer tersebut.
"Kami prihatin atas sikap Menteri yang berubah-ubah. Padahal ini permasalahan serius menurut kami, 440 ribu honorer K-2 yang tersisa," kata Suko Aji. Dia mengatakan pegawai honorer K-2 minimal sudah mengabdi selama 14 tahun.
Ombudsman Bidang Penyelesaian Laporan La Ode Ida membenarkan adanya indikasi transaksi dalam pengangkatan pegawai negeri honorer tersebut. "Bukti-bukti transfer sudah tidak asing bagi kami. Sudah ada investigasi khusus tentang penerimaan CPNS itu," kata La Ode.
Para perwakilan honorer K-2 merasa keberatan terhadap status guru bantu yang mendapat sertifikasi dan tunjangan tertentu berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2012.
Rabu depan, 1 Juni 2016, Ombudsman akan membuka forum guna mengklarifikasi berbagai pernyataan dari guru honorer itu. Perwakilan GHK 2-IB akan dipertemukan dengan perwakilan Kementerian PAN dan RB, Komisi II DPR, Sekretariat Negara, Staf Kepresidenan, dan Badan Kepegawaian Negara. "Kami harus segera menyelesaikan ini," kata Laode.
AKMAL IHSAN | PRU