TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan lima tersangka terkait dengan kasus suap Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Kepahiang, Bengkulu.
Lima orang itu adalah mantan Wakil Direktur Utama dan Keuangan RSUD M. Yunus Bengkulu, Edi Santroni, dan mantan Kepala Bagian Keuangan RSUD M. Yunus, Syafri Syafii. Keduanya diduga berperan sebagai pemberi suap.
Lalu, Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang Janner Purba bersama Hakim Ad Hock Tipikor Pengadilan Negeri Kota Bengkulu, Toton, sebagai penerima suap. Tersangka lain adalah Panitera Pengadilan Negeri Bengkulu, Badaruddin Amsori Bachsin alias Billy. Ia diduga mengatur administrasi proses perkara di pengadilan tersebut.
Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak menjelaskan, modus penyuapan itu adalah mempengaruhi keputusan hakim terkait dengan perkara korupsi honor Dewan Pembina Rumah Sakit M. Yunus Bengkulu di PN Tipikor Bengkulu.
Perkara korupsi ini bermula saat Surat Keputusan Gubernur nomor Z.17XXXVIII tentang Tim Pembina Manajemen RSUD M. Yunus dikeluarkan. SK tersebut diduga bertentangan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 mengenai Dewan Pengawas.
Berdasarkan Permendagri tersebut, Badan Layanan Umum Daerah tidak mengenal tim pembina. Akibat SK tersebut, negara disinyalir rugi Rp 5,4 miliar. Kasus ini kemudian bergulir ke pengadilan.
Persidangan Edi dan Syafri dipimpin tiga hakim, yakni Janner, Toton, dan Siti Insirah. Namun hanya dua hakim yang ditetapkan sebagai tersangka. "Kami baru menangkap dua hakim. Nanti dilakukan pengembangan selanjutnya," ujar Yuyuk.
Yuyuk menjelaskan, operasi tangkap tangan dilakukan pada Senin, 23 Mei 2016, mulai pukul 15.30 hingga 20.45 WIB di beberapa lokasi.
Awalnya, penyidik membuntuti Syafri yang hendak menyerahkan duit kepada Janner di jalan sekitar Pengadilan Kepahiang. Setelah penyerahan itu, keduanya kembali ke rumah masing-masing.
Penyidik kemudian menangkap Janner di rumah dinasnya pada pukul 15.30. Selanjutnya, pada pukul 16.00, penyidik ganti meringkus Syafri di Jalan Kepahiang, Bengkulu. Dengan bantuan Polda Bengkulu, penyidik menangkap akhirnya Billy dan Toton. Terakhir, penyidik lembaga antikorupsi mencokok ES sekitar pukul 20.45.
Dalam operasi tersebut, penyidik menemukan duit Rp 150 juta dari kantong Janner. Sebelumnya, Edi pernah menyerahkan duit Rp 500 juta kepada Janner, 17 Mei 2016. "Uang itu masih ada di ruang kerja JP, dan akan segera diambil," kata Yuyuk.
Atas perbuatannya, Janner dan Toton, sebagai penerima suap, dijerat pasal 12-a atau b atau c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sedangkan Edi dan Syafri, sebagai pemberi suap, disangka melanggar Pasal 6 ayat 1 atau Pasal 6 ayat 1-a atau b dan atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Sedangkan Badaruddin alias Billy dijerat pasal 12-a atau b atau c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
MAYA AYU PUSPITASARI