TEMPO.CO, Jakarta - Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat hari ini menggelar rapat dengar pendapat dengan Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) dan Forum Diskusi Hakim Indonesia (FDHI) untuk membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Jabatan Hakim. Salah satu poin yang menjadi sorotan adalah pembatasan masa jabatan hakim agung.
Usulan pembatasan itu dicantumkan dalam pasal 32 dari sebelumnya menjabat selama masa sehat hingga pensiun menjadi lima tahun dan dapat terpilih kembali. Ini merupakan usulan dari fraksi-fraksi yang ada di Komisi Hukum DPR.
"Kami ingin menyamakan jabatan masa dinas aktif semua pejabat negara, yaitu lima tahun dan bisa dipilih kembali," ujar anggota Badan Legislasi yang juga anggota Komisi Hukum DPR, Arsul Sani, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 23 Mei 2016.
Arsul menyayangkan jika kemudian pembatasan itu dianggap mengganggu independensi dan menyebutnya sebagai intervensi legislatif kepada yudikatif. Dia mengatakan ketentuan pembatasan itu sebenarnya juga termaktub dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi.
Terkait dengan independensi hakim, Arsul mengatakan selama ini tidak ada hakim konstitusi yang pernah mengeluh dan merasa independensinya terganggu. "Itu suuzan saja. Bagi saya, independensi itu tentang mindset dan kepribadian," ucapnya.
RUU ini, menurut Arsul, juga merupakan wujud aspirasi masyarakat serta menjalankan fungsi pengawasan langsung dan tidak langsung. Salah satunya tentang pengawasan Mahkamah Agung (MA) terhadap hakim agung. "Banyak aduan yang masuk ke DPR, independensi tidak hanya harus didorong dari luar, tapi integritasnya juga harus terbangun."
RUU Jabatan Hakim pertama kali diusulkan Komisi Yudisial (KY) ketika rapat konsultasi dengan Komisi Hukum DPR. Dalam rapat itu disampaikan permintaan agar Dewan memprioritaskan RUU Jabatan Hakim karena dianggap sebagai utang konstitusi negara kepada para hakim. Usulan KY itu juga disertai draf awal RUU Jabatan Hakim.
"Sebagian besar dari aspirasi sudah masuk, tapi ada yang belum. Termasuk soal rekrutmen," ucap Arsul. Dia berharap pembahasan RUU tersebut segera dilakukan setelah diputuskan dalam rapat Badan Musyawarah DPR.
GHOIDA RAHMAH