TEMPO.CO, Surabaya - Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengatakan sulit membebaskan Jawa Timur dari penderita gangguan jiwa yang hidup dalam pasungan.
Soekarwo berdalih keluarga penderita gangguan jiwa lebih memilih memasung penderita daripada menyerahkannya berobat di rumah sakit jiwa. "Masih berupaya terus agar Jawa Timur bebas pasung," kata Soekarwo di Gedung Negara Grahadi, Kamis, 19 Mei 2016.
Kepala Dinas Sosial Jawa Timur Sukesi mengatakan, pada 2014, sebanyak 764 penderita gangguan jiwa di seluruh Jawa Timur hidup dalam pasungan. Namun jumlahnya turun menjadi 728 orang pada 2016.
Sedangkan jumlah kasus pemasungan di Jawa Timur pada 2014-2016 sebanyak 2.094 kasus. "Dari 2.094 itu, 728 orang masih dipasung, sedangkan sisanya dalam perawatan atau sudah sembuh," ujarnya.
Kabupaten Kediri memiliki kasus pemasungan paling banyak, yaitu 150 kasus. Menurut Sukesi, dari total 150 kasus pemasungan di Kediri, 26 penderita sakit jiwa masih dipasung sampai hari ini. "Urutan kedua ada Kabupaten Sumenep dengan 133 kasus pemasungan, dan sebanyak 55 penderita sakit jiwa masih dipasung," tuturnya.
Adapun daerah yang memiliki jumlah penderita sakit jiwa yang dipasung terbanyak adalah Kabupaten Malang dengan 65 orang. Kabupaten Sumenep dan Kabupaten Sampang menyusul kemudian dengan jumlah masing-masing sebanyak 55 orang. "Kabupaten Blitar terbanyak ketiga dalam jumlah penderita sakit jiwa yang dipasung, yaitu 51 orang," ucap Sukesi.
Untuk mengurangi jumlah penderita gangguan jiwa yang hidup dalam pasungan, pemerintah Jawa Timur telah merekrut 110 tenaga pendamping untuk memantau. Pemantauan dilakukan kepada penderita yang masih dipasung ataupun yang sudah dibebaskan. "Pada 2017, kami menambah tenaga pendamping," kata Sukesi.
Selain itu, ujar Sukesi, dilakukan sosialisasi kepada keluarga penderita sakit jiwa agar segera membawa mereka ke rumah sakit jiwa jika ada anggota keluarganya. "Jangan sampai keluarganya sendiri memasung anggota keluarga yang sakit jiwa."
EDWIN FAJERIAL