TEMPO.CO, Yogyakarta - Peraturan Daerah DIY Nomor 15, Tahun 2015, tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol, terancam dicabut Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.
Perda yang dibuat Pemerintah DIY itu, dinilai melebihi kewenangan. Rencana pencabutan perda yang masuk kategori 3.000 perda bermasalah itu dinilai mengancam upaya penegakan hukum kasus oplosan di DIY. “Kami melakukan dialog dengan kementerian, agar perda itu tidak dicabut. Karena itu satu-satunya yang mengatur minuman keras oplosan,” kata Kepala Biro Hukum DIY, Dewa Isnu Brata, dalam rapat dengar pendapat di ruang paripurna DPRD DIY, Rabu (18/5).
Baca juga:
Karyawati Diperkosa & Dibunuh: 31 Adegan, Pelaku Sempat Bercumbu
Karyawati Diperkosa & Ditusuk Gagang Cangkul: Inilah 3 Setan Pemicunya
Dewa menjelaskan, rencana pencabutan perda tersebut karena persoalan minuman keras masuk kategori pengawasan perdagangan. Sedangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 74, Tahun 2013, tentang Pengendalian dan Pengawasan Beralkohol disebutkan, bahwa regulasi pengawasan perdagangan cukup di bawah kewenangan pemerintah kabupaten atau kota. Bukan pemerintah provinsi.
Dewa meminta agar Mendagri minimal menghapus pasal-pasal yang mengatur tentang minuman keras dalam perda tersebut. Sedangkan pasal-pasal yang mengatur tentang oplosan tetap dipertahankan. “Karena perda minuman keras milik kabupaten tidak ada yang mengatur tentang oplosan,” kata Dewa, yang berharap perda itu menjadi acuan pemerintah kabupaten dan kota menegakkan hukum.
Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian DIY, Komisaris Besar Polisi Hudit Wahyudi, menolak menyebut 13 orang yang tewas karena menenggak oplosan itu adalah korban. Menurutnya, mereka korban sekaligus pelaku. “Karena mereka menyakiti diri sendiri,” kata Hudit.
Berdasarkan data Kejaksaan Tinggi DIY yang dipaparkan Wakil Kepala Kejati DIY, Sampe Tuah, orang yang tewas akibat menenggak oplosan terus bertambah. Kasus di Kota Yogyakarta pada 2015 ada 44 orang. Hingga Mei 2016 ada 41 orang. Di Sleman pada 2015 ada 52 orang, hingga Mei 2016 ada 18 orang. Di Bantul pada 2015 ada 21 orang. Hingga Mei 2016 ada 6 orang tewas. Di Kulon Progo pada 2015 ada 29 orang dan hingga Mei 2016 ada 11 orang. Dan di Gunungkidul terendah. Pada 2015 ada 11 orang dan hingga Mei 2016 ada 1 orang. “Ini merupakan bencana,” kata Hudit.
Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suswanto, meminta Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X, segera mengambil langkah-langkah strategis bersama bupati dan wali kota. Lantaran tindakan cepat itu diatur dalam perda. Tindakan yang dimaksud, di antaranya membentuk tim terpadu, melibatkan forum komunikasi pimpinan daerah.
Dia mengingatkan, catatan itu masuk rekomendasi rapat dengar pendapat serupa untuk menindaklanjuti 26 orang tewas karena oplosan, pada Fenruari 2016. “Yang masuk neraka bukan hanya yang mati. Tapi juga (pemerintah) yang punya kewenangan (tapi tidak menjalankan),” kata dia.
PITO AGUSTIN RUDIANA
Baca juga:
Karyawati Diperkosa & Dibunuh: 31 Adegan, Pelaku Sempat Bercumbu
Karyawati Diperkosa & Ditusuk Gagang Cangkul: Inilah 3 Setan Pemicunya