TEMPO.CO, Jakarta - Bupati Sabu Raijua Marthen Dira Tome memenangkan gugatan praperadilan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu, 18 Mei 2016. Hakim tunggal Nursyam menganggap penetapan tersangka terhadap Marthen Dira Tome dalam kasus dugaan korupsi dana pendidikan luar sekolah (PLS) tidak sah.
Karena itu, Nursyam meminta KPK sebagai termohon untuk segera mencabut surat perintah penyidikan (sprindik) penetapan tersangka oleh KPK pada 30 Oktober 2014 yang menetapkan pemohon sebagai tersangka. "Penetapan tersangka terhadap pemohon tidak sah, karena melanggar UU KPK Pasal 8," kata Nursyam.
Menurut Nursyam, penetapan tersangka terhadap pemohon tidak berdasarkan dua alat bukti yang cukup sesuai amanat undang-undang. Sebab, penetapan tersangka hanya berdasarkan laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan hasil penyelidikan Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur.
Padahal, menurut dia, pengambilalihan kasus ini dari Kejati Nusa Tenggara Timur oleh termohon tidak dilakukan serentak dengan tersangka. Padahal sesuai ketentuan Pasal 11 UU KPK menyebutkan pengambilan kasus harus disertai dengan tersangka.
Apalagi, Kejati Nusa Tenggara Timur dalam memproses kasus ini belum menetapkan tersangka karena kurangnya alat bukti. "Kejati NTT tiga kali penyidikan tidak menetapkan tersangka," kata Nursyam.
Setelah mengambil alih kasus ini sejak 2014, penyelesaian kasus ini juga berlarut-larut, hingga dua tahun lamanya. Padahal pengambilan kasus itu oleh termohon untuk mempercepat proses peradilan ini. "Pengambilalihan kasus ini, karena berlarut, namun di KPK juga berlarut-larut," kata Nursyam.
Atas dasar pertimbangan itu, hakim memutuskan menerima permohonan pemohon (Marthen Dira Tome), dan memerintahkan termohon untuk mengembalikan berkas ke Kejati Nusa Tenggara Timur untuk dihentikan penyidikan kasus ini. "Permohonan pemohon dikabulkan, dan memerintahkan untuk kasus ini dihentikan," ujarnya.
Bupati Sabu Raijua Marthen Dira Tome mengaku gembira dengan putusan PN Jakarta Selatan yang mengabulkan permohonannya. "Saya senang dengan putusan ini," katanya.
Dengan adanya putusan ini, dia menilai KPK bukan malaikat yang selaku benar dalam keputusannya. "Mereka bukan malaikat yang selalu benar," katanya.
Tempo berupaya meminta tanggapan dari kuasa termohon atau KPK di pengadilan. Namun, Nur Kusnia langsung bergegas ke mobil seusai sidang.
YOHANES SEO