TEMPO.CO, Kediri – Sejumlah aktivis perlindungan anak di Kediri menyesalkan langkah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang membawa korban pencabulan pengusaha Soni Sandra ke Jakarta. Sikap itu dinilai tidak pantas karena saat ini korban tengah dalam masa pemulihan.
Anggota Divisi Hukum Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kediri Heri Nurdianto mengatakan kegiatan konferensi pers yang dilakukan LSM di Jakarta dengan membawa salah satu korban yang masih di bawah umur tidak mencerminkan sikap perlindungan anak. “Seharusnya mereka ikut memulihkan trauma korban, bukan malah membawa ke sana ke mari untuk membuat testimoni,” kata Heri kepada Tempo, Selasa, 17 Mei 2016.
Meski korban menggunakan penutup wajah dan identitasnya dirahasiakan, menyuruh korban menceritakan kembali peristiwa persetubuhan yang dialaminya di depan banyak orang dituding tidak manusiawi. Apalagi pengakuan tersebut disampaikan di samping orang tua korban yang seharusnya masuk program rehabilitasi psikis.
Heri menambahkan, sejak pertama kali kasus ini muncul dan ditangani kepolisian, LPA Kediri berusaha mati-matian melindungi para korban dengan menjauhkan mereka dari awak media. Mereka juga meminta siapa pun untuk tidak melakukan kontak langsung dengan korban demi menjaga kehormatan keluarga serta psikologis korban yang masih di bawah umur.
Baca juga:
Karyawati Diperkosa & Dibunuh: 31 Adegan, Pelaku Sempat Bercumbu
Pembunuhan Karyawati, Tersangka Pernah Belajar di Pesantren
Upaya ini dilakukan LPA Kediri menyusul keluhan salah satu korban yang mengaku menjadi bahan olok-olok teman sekolah seusai peristiwa itu ramai diberitakan. Akibatnya, LPA Kediri terpaksa memindahkan korban tersebut ke sekolah lain demi menciptakan rasa aman dan nyaman. Dan saat ini proses pemulihan mereka ditangani Dinas Sosial Pemerintah Kota Kediri.
Meski demikian, Heri mengapresiasi upaya pendampingan yang dilakukan sejumlah kelompok masyarakat atas kasus ini selama masih menghormati kepentingan korban yang tergolong anak-anak. “Silakan siapa pun terlibat aktif mendampingi kasus ini, tapi jangan keluar koridor,” katanya.
Secara terpisah, Kepala Kepolisian Resor Kota Kediri Ajun Komisaris Besar Bambang Widjanarko Baiin mempertanyakan pernyataan LSM di Jakarta yang menyatakan jumlah korban pencabulan sebanyak 58 orang. Sebab, penelusuran dan penyelidikan di lapangan tidak menunjukkan fakta tersebut. Bambang juga mempertanyakan integritas kedua lembaga itu dalam kasus ini. “Sebab, sejak awal kasus ini disidik, mereka tidak tampak mendampingi korban,” katanya. (Baca: Polisi Bantah Jumlah Korban Pencabulan Pengusaha 58 Anak)
Saat ini kasus tersebut tengah menanti proses putusan Pengadilan Negeri Kota dan Kabupaten Kediri. Tiga korban yang ditangani Pengadilan Negeri Kota Kediri akan diputus besok, 19 Mei 2016. Sedangkan empat korban yang disidangkan di Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri diputus pada 24 Mei 2016. Di dua pengadilan itu, pengusaha Soni Sandra menghadapi tuntutan 13 dan 14 tahun penjara.
Soni Sandra ditangkap aparat Kepolisian Resor Kota Kediri pada Senin, 13 Juli 2015 di Bandara Juanda, Sidoarjo. Saat itu, pengusaha yang dikenal dengan proyek ratusan miliarnya atas pembangunan Monumen Simpang Lima Gumul (SLG) di Kabupaten Kediri ini hendak terbang ke Eropa. Sony ditetapkan sebagai tersangka pencabulan dua hari sebelumnya. (Baca: Dua Pengadilan Siap Putus Nasib Pengusaha Cabul)
Penyidik Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Kediri sempat dipusingkan dengan sikap sejumlah korban yang mencabut laporan. Meski demikian, pada akhirnya polisi berhasil memproses kasus ini hingga ke pengadilan dengan membawa tujuh korban pencabulan yang masih di bawah umur.
Sony Sandra membantah semua tuduhan terhadapnya. Selain tak mengenal korban, pengusaha yang tenar di Kediri, Jawa Timur ini menengarai ada motif pemerasan di balik kasusnya.
HARI TRI WASONO
Baca juga:
Karyawati Diperkosa & Dibunuh: 31 Adegan, Pelaku Sempat Bercumbu
Pembunuhan Karyawati, Tersangka Pernah Belajar di Pesantren