TEMPO.CO, Surabaya – Penasihat hukum Ketua Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur La Nyalla Mattalitti, Sumarso, mendatangkan ahli di sidang praperadilan dengan pemohon anak La Nyalla di Pengadilan Negeri Surabaya, Selasa, 17 Mei 2016.
“Dua hal yang perlu ditegaskan dari ahli, yakni terkait dengan legal standing pengajuan praperadilan atas nama anak dan perkara lama yang diulang-ulang kembali,” kata Sumarso menggarisbawahi tujuan mendatangkan ahli dalam persidangan.
Ahli yang didatangkan Sumarso kali ini dari Universitas Jenderal Soedirman, Noor Aziz Said. Dia menyebutkan anak boleh menjadi pemohon praperadilan dalam kasus ayahnya. Argumen Aziz tersebut didasarkan pada perluasan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014.
Putusan MK itu memperluas obyek praperadilan, sehingga soal sah atau tidaknya penetapan tersangka bisa dengan diajukan praperadilan. Pihak ketiga yang berkepentingan, menurut Aziz, juga diperluas ranahnya. Tidak hanya saksi, korban, dan organisasi masyarakat, tapi juga keluarga. Hal itu sesuai dengan perluasan putusan MK, agar pejabat tidak melanggar hak asasi manusia dan melakukan kesewenang-wenangan dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.
“LSM saja boleh. Anak untuk ayahnya tentu saja boleh. Dia juga berkepentingan,” ujar Aziz.
Baca juga: Jaksa Sebut Anak La Nyalla Tidak Bisa Ajukan Praperadilan
Namun, saat jaksa penuntut umum menanyakan putusan MK yang lain terkait dengan legal standing anak mengajukan praperadilan untuk ayahnya, Aziz menuturkan tidak tahu. Menurut dia, dasar hukum sudah jelas pada Pasal 79 KUHAP dan putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014.
Hakim tunggal Mangapul Girsang sebagai penengah mengubah pertanyaan jaksa agar lebih dipahami ahli. Mangapul menjelaskan, putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014 adalah terkait dengan obyek praperadilan. Kemudian Mangapul melanjutkannya dengan pertanyaan putusan MK lain terkait dengan subyek praperadilan. Ahli pun menjawab tidak tahu.
“Meskipun kita arahkan pertanyaannya, jawaban ahli tetap seperti itu. Silakan, lanjut ke pertanyaan berikutnya,” ucap Mangapul.
Adapun jawaban jaksa sendiri tak hanya menyebutkan putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014, tapi juga putusan MK Nomor 76/PUU-X-2012. Putusan itu secara spesifik menyatakan subyek yang dapat mengajukan praperadilan adalah pihak ketiga yang berkepentingan. Di situ tidak disebutkan keluarga. Yang ada adalah saksi, korban, pelapor, dan organisasi masyarakat.
Selain itu, ahli menjelaskan bahwa jaksa tidak taat hukum karena tidak mematuhi putusan praperadilan. Seharusnya, kata dia, sesuai dengan Pasal 1 KUHAP, putusan pengadilan memiliki asas legalitas. “Dianggap pembangkangan jika tidak memenuhi,” ujar Aziz.
Di akhir persidangan, penasihat hukum kejaksaan, Bambang Budi Purnomo, memberi pertanyaan pamungkas. Dia menanyakan, apakah institusi bisa digugat praperadilan. Ahli pun menjawab tidak bisa. Menurut ahli, yang bisa diajukan gugatan praperadilan adalah individu, bukan institusi.
Baca juga: Kejaksaan Jawa Timur Kebingungan Berburu La Nyalla
“Mohon untuk seluruh jawaban ahli dicatat dengan baik oleh panitera, karena kita tidak bisa mengajukan kesimpulan,” kata salah satu penasihat hukum kejaksaan, Adam Ohoiled.
La Nyalla Mattalitti memenangi praperadilan atas penetapannya sebagai tersangka korupsi dana hibah Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur pada April 2016. Kemudian Kejaksaan Tinggi Jawa timur kembali menjadikannya tersangka perkara itu. La Nyalla mengajukan praperadilan kembali dengan menggunakan nama anaknya, yaitu Mohammad Ali Afandi, sebagai pemohon.
La Nyalla ditetapkan sebagai tersangka korupsi dana hibah Kadin Jawa Timur lantaran menggunakan dana itu untuk membeli saham perdana Bank Jatim sebesar Rp 5,3 miliar pada 2012. Keuntungan dari pembelian saham itu senilai Rp 1,1 miliar. Dana hibah itu berasal dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur pada 2011-2014 senilai Rp 48 miliar. La Nyalla juga ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang atas dana hibah itu.
SITI JIHAN SYAHFAUZIAH