TEMPO.CO, Brebes - Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan menolak banding yang diajukan 13 nelayan Brebes. Vonis tersebut dibacakan majelis hakim pada 10 Mei 2016. Dalam salinan surat putusan Nomor 65/PID.SUS.LH/2016/PT/PLG yang diterima Tempo, putusan majelis hakim menguatkan putusan pengadilan di tingkat pertama.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Brebes Rudi Hartono, yang selama ini mendampingi nelayan, menyatakan kecewa terhadap penolakan banding tersebut. Pihaknya akan menempuh upaya hukum ke tahap selanjutnya, yakni kasasi ke Mahkamah Agung (MA). “Rabu ini memori kasasi kami daftarkan ke MA,” katanya, Selasa, 17 Mei 2016.
Sebelumnya, 13 nelayan tersebut divonis 1 tahun 8 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Palembang. Para nelayan itu juga diwajibkan membayar denda Rp 2 miliar subsider dua bulan penjara.
Majelis hakim pada pengadilan tingkat pertama menyatakan 13 nelayan tersebut secara sah dan meyakinkan telah melanggar Pasal 85 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009, perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 2004.
Atas dasar itu, hakim menganggap nelayan melakukan tindak pidana karena menggunakan alat tangkap yang merusak keberlangsungan sumber daya ikan. Namun, dalam memori bandingnya, nelayan tidak sependapat jika alat tangkap yang mereka gunakan merusak alam.
Menurut nelayan, alat tangkap yang mereka gunakan adalah cantrang, sedangkan cantrang masih diperbolehkan sampai Desember 2016. “Di pengadilan, jaksa penuntut umum tidak bisa menghadirkan satu bukti apa pun yang terkait dengan kerusakan alam,” demikian salah satu poin yang disebutkan dalam salinan memori banding.
Sementara itu, keluarga 13 nelayan tersebut kini harus pontang-panting memenuhi kebutuhan sehari-hari tanpa kepala keluarga. Mereka harus utang ke sana ke mari demi menyambung hidup. Seorang istri nelayan itu, Murati, 38 tahun, menyatakan harus meminjam uang ke saudara dan tetangga. “Anak-anak kan harus bayar sekolah,” ujar istri Ginda Purnama tersebut.
MUHAMMAD IRSYAM FAIZ