TEMPO.CO, Yogyakarta - Kepala sekolah madrasah aliyah di Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, berinisial IS, kini meringkuk di ruang tahanan polisi karena dituding menghamili siswi madrasah tsanawiyah.
IS, 47 tahun, yang menyandang gelar akademikus sarjana agama dan master pendidikan ini diduga kerap mengajak S, 16 tahun, berhubungan intim di hotel dan tempat lain sejak akhir tahun lalu.
Akibatnya, anak yatim yang tinggal di asrama ini kini hamil satu bulan. "Ada laporan dari pengasuh asrama, S sering keluar malam dan pulang pagi. Setelah diselidiki sering diajak oleh IS," kata Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah (Polda) Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa, 17 Mei 2016.
Pencabulan itu terungkap saat pengasuh asrama merazia kamar korban. Pengasuh menemukan telepon seluler milik pelaku. Korban juga mengaku dia sudah tidak datang bulan lagi. “Setelah diperiksa dengan testpack kehamilan, ternyata positif hamil,” ujar Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polda Yogyakarta Komisaris M. Retnowati.
Setelah mendapat laporan dari pengasuh asrama, polisi langsung mencokok IS di sekolah yang dia pimpin, Senin, 16 Mei 2016. Retnowati menjelaskan, hubungan IS dengan korban terjalin setelah IS sering mengantar dan menjemput korban dari asrama ke sekolah. IS juga memberi S telepon seluler dan uang. “Korban merasa dekat dengan pelaku dan mau diajak berhubungan karena merasa tidak enak sering diantar dan dijemput,” katanya.
Setelah tahu S hamil, IS ingin kandungan S digugurkan. IS membelikan obat untuk menggugurkan kandungan. IS yang merupakan duda sejak 2012 dan mempunyai empat anak itu berjanji akan menikahi korban. "Kami minta ke Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan untuk diteliti obatnya," katanya.
IS sudah dijadikan sebagai tersangka pencabulan anak. Dia dijerat dengan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. "Ancaman hukumannya 15 tahun penjara," kata Retnowati.
"Korban kini ditangani oleh unit Perlindungan Perempuan dan Anak, korban diberi bimbingan dan konseling," katanya. Korban S, sejak berumur tiga tahun sudah ditinggal mati ibunya.
MUH SYAIFULLAH