TEMPO.CO, Kediri - Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota Kediri, Jawa Timur, KH Abubakar Abdul Jalil, mengatakan penolakan organisasinya terhadap ideologi komunisme tidak bisa ditawar-tawar lagi. Namun dia tak sependapat jika perlawanan itu diekspresikan dengan cara merampas buku-buku kiri.
Abubakar , yang akrab disapa Gus Ab, menuturkan sikap antikomunis itu pulalah yang mendorong Barisan Serbaguna (Banser) menggelar apel kesiapan di tengah munculnya kembali isu komunis. “Sikap NU soal ideologi komunis sudah bulat. Kita melawan,” kata Gus Ab kepada Tempo, Senin, 16 Mei 2016.
Menurut Gus Ab, perjuangan NU ialah memerangi ideologinya, bukan memberangus kaus bergambar palu-arit yang dipakai remaja lalu menangkapi mereka. Gus Ab menilai perampasan kaus tidak berhubungan langsung dengan perlawanan terhadap ideologi komunisme. “Yang kita lawan ideologinya, bukan gambar kaus,” katanya.
Gus Ab juga meminta agar tidak dilakukan perampasan buku. Sebab, dampaknya bisa merugikan pemilik toko jika tak mendapat kompensasi yang setimpal. Apalagi jika sweeping buku dilakukan oleh orang-orang yang tak memiliki kewenangan secara hukum.
Gus Ab berharap aksi sweeping dilakukan secara santun dengan menanyakan asal-muasal buku tersebut tanpa diikuti dengan perampasan. Cara seperti itu dianggap lebih efektif menghilangkan paham komunisme tanpa harus menebar ketakutan. “Yang penting pula, razia buku hanya boleh dilakukan oleh pihak berwenang, bukan masyarakat,” katanya.
Aksi sweeping buku yang terjadi di beberapa daerah tak ayal memicu kekhawatiran sejumlah penggemar buku di Kediri dan Blitar. Mereka merasa sweeping ini sebagai ancaman kemerdekaan berpikir dan membaca yang merupakan hak asasi manusia.
Apalagi belakangan sweeping dilakukan secara ngawur terhadap semua buku yang ditengarai beraliran kiri. “Ini pembungkaman literasi yang pernah ada di zaman Orde Baru,” kata Arif, pemilik ratusan buku-buku kiri.
Arif mengaku berdarah NU dan pernah mondok di Pesantren Tsalafiyah. Namun dia sama sekali tak terpengaruh untuk menjadi komunis meski senang membaca buku-buku kiri.
HARI TRI WASONO