TEMPO.CO, Jakarta - Dua anggota Detasemen Khusus 88 Antiteror divonis dalam sidang kode etik dan profesi terkait dengan kasus kematian Siyono, terduga teroris asal Klaten. Dalam vonis yang diputuskan, Ajun Komisaris Besar T dan Inspektur Dua H dikenai sanksi hukuman demosi tidak percaya dan diwajibkan meminta maaf. Selain itu, keduanya juga dipindahtugaskan serta tak lagi menjadi anggota Densus.
Terkait dengan hasil sidang putusan itu, keduanya mengajukan banding. Juru bicara Mabes Polri Brigadir Jenderal, Boy Rafli Amar, membenarkan soal banding yang diajukan tersebut.
"Sudah banding tapi belum ada keputusan. Banding akan diputuskan 14 hari dari pengajuan. Pengajuannya biasanya tiga hari setelah putusan," kata Boy di Mabes Polri, Jakarta, Selasa, 17 Mei 2016.
Sebelumnya, sidang etik kematian Siyono sudah dilaksanakan sebanyak tiga kali. Pada akhirnya, mereka dinyatakan tidak melanggar pidana sebagaimana Pasal 338 dan 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana seperti yang dituduhkan.
Menurut Boy, unsur pidana tidak terpenuhi, karena insiden itu terjadi saat keduanya sedang menjalankan tugas. Namun dalam proses itu, mereka terbukti melakukan kelalaian dalam prosedur.
Siyono tewas dalam perjalanan menuju tempat persembunyian senjata kelompoknya. Siyono diduga seorang panglima dalam kelompok neo Jamaah Islamiah.
Menurut keterangan polisi, Siyono tewas karena kelelahan setelah melawan petugas dalam perjalanan itu. Polri pun menyatakan hasil visum menandakan adanya pendarahan di bagian kepala belakang.
Namun hasil tersebut berbeda dengan hasil autopsi yang dilakukan tim forensik PP Muhammadiyah. Hasil autopsi menyebutkan penyebab kematian Siyono bukanlah pendarahan di bagian belakang kepala seperti yang dikatakan polisi, melainkan karena patahmya tulang rusuk yang menusuk ke jantung.
INGE KLARA SAFITRI