TEMPO.CO, Jakarta - Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Gatot Nurmantyo enggan menanggapi soal rencana purnawirawan TNI yang akan menggelar simposium tandingan. Menurut dia, tak ada larangan kepada siapa pun untuk menggelar simposium.
"Kalau saya mengomentari simposium itu, saya capek deh," katanya setelah menerima penghargaan dari Kepala Kepolisian RI Jenderal Badrodin Haiti di Mabes Polri, Senin, 16 Mei 2016.
Sebelumnya, sejumlah purnawirawan TNI mengusulkan untuk menyelenggarakan simposium tandingan dari simposium korban 1965 yang diselenggarakan di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, pada 18-19 April lalu.
Rencananya, simposium tandingan itu akan dilakukan pada 1-2 Juni mendatang. Tujuannya untuk menangkal terjadinya ancaman bangkitnya paham komunisme.
Salah satu hasil simposium korban 1965 adalah rekomendasi yang menyatakan pemerintah diberikan opsi untuk meminta maaf atas tragedi 1965. Namun, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan pemerintah tak akan meminta maaf kepada korban tragedi 1965. Pasalnya, belum ada kepastian soal fakta sejarah dan korban pelanggaran hak asasi manusia dalam peristiwa-peristiwa tersebut.
"Minta maaf apa? Ke siapa?" ujar Luhut.
Dia mengatakan pemerintah akan berfokus pada proses rekonsiliasi. Hasil simposium ini pun akan menentukan bentuk penyelesaian non-yudisial yang akan dilakukan pemerintah.
DEWI SUCI RAHAYU