TEMPO.CO, Jakarta - Sidang paripurna membahas tata tertib penyelenggaraan Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golkar diiringi hujan interupsi saat membahas hak pilih pelaksana tugas (Plt) pimpinan DPD I atau DPD II. Beberapa kader menolak hak pilih bagi Plt karena Plt dianggap mudah dikendalikan.
Salah satu yang menolak ialah perwakilan dari Papua. "Plt ditunjuk oleh DPD, bukan dipilih," katanya di Nusa Dua Convention Center, Bali, pada Minggu, 15 Mei 2016.
Ketua Steering Committee Nurdin Halid mengatakan peserta munas bukan orang, melainkan lembaga yang terdiri atas DPP, DPD, dan ormas sayap Golkar. Karena itu, yang terpilih dan mendapat mandat dari lembaga itulah yang mempunyai hak suara. "Jangankan Plt, semua yang diberi mandat berhak memilih," tuturnya.
Secara total, ada 30 Plt dalam organisasi Golkar di daerah. DPD tingkat I yang saat ini dijabat Plt adalah Sumatera Utara, Bengkulu, DKI Jakarta, Papua Barat, dan Sulawesi Barat.
Ketua DPD Golkar Sumatera Utara sebelumnya diberhentikan karena masalah hukum, sedangkan ketua DPD Golkar DKI Jakarta dan Bengkulu telah meninggal. Adapun Ketua DPD Sulawesi Barat dan Papua Barat telah diberhentikan pada pertengahan 2014. Adapun Plt di DPD tingkat II berjumlah 25 orang.
Nurdin menampik tudingan pemberhentian para ketua DPD untuk mengalihkan suara ke salah satu calon tertentu. "Diberhentikan tahun 2014, jauh sebelum munaslub," ucapnya.
Anggota Steering Committee, Rambe Kamarul Zaman, menambahkan, kalaupun ada upaya mengalihkan suara lewat para Plt, hal itu tidak berdampak signifikan.
Syarat suara minimal yang harus dicapai para calon ialah 30 persen atau 168 suara. "Setelah dihitung-hitung, sekitar 30 orang," ujarnya kemarin.
AHMAD FAIZ