TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara kepresidenan, Johan Budi, menyatakan Presiden Joko Widodo ingin menyelesaikan persoalan-persoalan mengenai pelanggaran hak asasi manusia. Beberapa persoalan itu ialah tragedi 1965 dan tragedi Mei 1998.
"Presiden Jokowi mau dengar dulu, setelah itu baru menyelesaikan persoalan," kata Johan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin. Menurut dia, Presiden Jokowi akan mendengarkan masukan baik dari pihak yang dianggap korban maupun kelompok pro atau kontra.
Johan menambahkan, dalam konteks hukum, pemerintah mendorong upaya penyelesaian ke pengadilan bila ditemukan bukti-bukti secara legal formal. Namun sebaliknya, jika tidak ditemukan bukti secara legal formal, Johan melanjutkan, pemerintah bisa menawarkan langkah rekonsiliasi.
Johan menegaskan upaya rekonsiliasi ataupun penyelesaian melalui mekanisme hukum merupakan gagasan atau baru tahap rencana. Presiden, dia mengatakan, pertama kali ingin mendengarkan apa yang menjadi keinginan korban. Hal ini penting, pasalnya pemerintah tidak ingin persoalan-persoalan pelanggaran hak asasi manusia menjadi beban sejarah dan berulang. "Ini kan sudah lama," kata dia.
Kemarin, ratusan mahasiswa Universitas Trisakti menggelar aksi unjuk rasa di depan Istana Negara. Mereka menuntut pemerintah membentuk peradilan hak asasi manusia. Unjuk rasa tersebut merupakan rangkaian peringatan tragedi Trisakti 1998 yang menewaskan empat mahasiswa.
Inspektur Satu Sadiyono mengatakan aksi unjuk rasa mahasiswa yang berlangsung kemarin berjalan tertib dan berbarengan dengan aksi Kamisan. Anggota Kepolisian Sektor Metro Gambir itu menilai aksi Kamisan rutin berlangsung setiap pekan. "Aksi Kamisan selalu ada. Mereka bersamaan unjuk rasanya kemarin," kata Sadiyono, Jumat, 13 Mei 2016.
ADITYA BUDIMAN