TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Presiden Joko Widodo, Johan Budi S.P., mengatakan kebebasan berpendapat harus menjadi perhatian dalam upaya pelarangan penyebaran paham komunisme. Menurut dia, Presiden Joko Widodo meminta agar aparat keamanan tidak bertindak berlebihan dalam menegakkan isi dari Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor 26 Tahun 1966 Tentang Pembubaran PKI dan Larangan Penyebaran Komunisme, Marxisme, dan Leninisme.
"Aparat yang dianggap kebablasan justru harus dihentikan," kata Johan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, 12 Mei 2016.
Selasa lalu, Presiden Jokowi menginstruksikan agar mencegah upaya yang mengarah kepada kebangkitan Partai Komunis Indonesia. Instruksi itu disampaikan kepada Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo, dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo. Kepala Badan Intelijen Negara Sutiyoso juga menerima instruksi serupa.
Johan menjelaskan, latar belakang munculnya arahan Presiden Jokowi mengenai isu komunisme berawal dari pengaduan tokoh masyarakat dan agama. Dalam pengaduannya, mereka khawatir dengan kebangkitan ajaran komunisme dan PKI.
Menindaklanjuti pengaduan tersebut, kata Johan, Presiden meminta TNI dan Polri menjalankan Tap MPRS Nomor 26 tahun 1966 tersebut. Adapun Ketetapan MPRS ini sudah ditinjau ulang dengan diterbitkannya TAP MPR Nomor I Tahun 2003.
Johan mengatakan dari aturan tersebut sangat jelas kalau PKI dilarang di Indonesia. Namun, kata dia, ternyata ada kelompok yang menganggap sikap aparat berlebihan saat melakukan pelarangan.
Karena itu, Johan mengatakan Presiden lantas meresponsnya kembali dengan meminta agar upaya mencegah kebangkitan PKI tetap menghormati kebebasan berpendapat. "Kami kira Panglima TNI dan Kapolri bisa menerjemahkan itu dengan baik," ucapnya. Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ini menambahkan, dalam menegakkan aturan jangan sampai memberangus kebebasan berpendapat dan penyampaian ide-ide.
ADITYA BUDIMAN