TEMPO.CO, Kediri - Pemerintah Kota Kediri menyimpan tiga pos anggaran besar yang berpotensi tak terserap. Namun mereka menolak jika disebut tidak kreatif membelanjakan keuangan karena terganjal persoalan hukum.
Teguran Presiden Joko Widodo kepada para kepala daerah dan gubernur soal rendahnya penyerapan anggaran dalam penutupan Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) Nasional tak membuat Wali Kota Kediri Abdullah Abubakar gerah.
Meski memiliki tiga tandon anggaran yang cukup besar dan berpotensi tak terserap, pemerintah Kediri memiliki alasan kuat mempertahankan uang macet itu. “Karena masih ada proses hukum yang mengganjal penyerapan anggaran itu,” kata Kepala Bagian Humas Pemerintah Kota Kediri, Apip Permana, kepada Tempo, Kamis, 12 Mei 2016.
Pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Kediri tahun 2016, ada tiga pos anggaran yang besar. Ketiganya adalah anggaran pembangunan Rumah Sakit Gambiran II senilai Rp 42 miliar, pembangunan Gedung Politeknik Rp 22 miliar, dan pembangunan Jembatan Brawijaya Rp 19 miliar. Sehingga total anggaran yang berpotensi macet Rp 83 miliar dalam tahun anggaran 2016.
Apip menjelaskan, pemerintah Kediri memasukkan anggaran ketiga proyek itu dalam APBD 2016 meski sempat mendapat sorotan setelah menumpuk menjadi sisa lebih anggaran (Silpa) tahun anggaran 2015. Menurut Apip, hal itu dilakukan untuk menunjukkan komitmen pemerintah menyelesaikan pembangunan tiga mega proyek tersebut.
Selama ini, Apip mengatakan, pemerintah terganjal proses hukum yang dilakukan aparat Kejaksaan dan Kepolisian yang meminta penghentian proyek lantaran terindikasi korupsi. “Namun, setelah dua proyek (Gedung Politeknik dan Rumah Sakit Gambiran II) dinyatakan beres, pemerintah berencana melanjutkan pembangunan tahun ini,” ujar Apip.
Sedangkan untuk proyek Jembatan Brawijaya yang menghubungkan wilayah barat dan timur Kota Kediri di antara Sungai Brantas, masih terganjal sengketa hukum. Saat ini kasus tersebut ditangani Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Dengan begitu, pada tahun ini pemerintah berupaya melakukan prosedur lelang atas pembangunan proyek Gedung Politeknik dan Rumah Sakit Gambiran II. “Hal ini dilakukan untuk menghindari penumpukan anggaran pada akhir tahun 2016 mendatang, yang sudah pasti akan menjadi catatan merah dari pemerintah pusat.”
Apip mengatakan evaluasi Presiden Joko Widodo atas besarnya anggaran yang tak terserap dalam pidato penutupan Musrenbang Nasional sebenarnya belum mencerminkan penggunaan anggaran dalam satu tahun berjalan. Sebab, evaluasi tersebut hanya didasarkan pada laporan keuangan triwulan pertama terhadap aktivitas belanja SKPD yang belum maksimal. “Jika hanya dari triwulan pertama, belum bisa dijadikan acuan evaluasi keberhasilan penganggaran,” katanya.
Berdasarkan catatan Badan Pembangunan Daerah setempat, nilai pendapatan anggaran Pemerintah Kota Kediri pada tahun ini mencapai Rp 1,1 triliun, yang terdiri atas pendapatan asli daerah (PAD) sebesar Rp 191,7 miliar, dana perimbangan sebesar Rp 795,2 miliar, dan pendapatan daerah lain-lain sebesar Rp 191,3 miliar.
Macetnya pembangunan tiga mega proyek tersebut tak hanya mendapat perhatian pemerintah pusat. Masyarakat Kota Kediri pun jenuh menunggu kepastian kelanjutan proyek yang diharapkan berdampak pada perekonomian masyarakat.
Pembangunan Gedung Politeknik, misalnya, saat ini tengah ditunggu warga untuk membangun warung, toko, hingga rumah kos di sekitar gedung. Bahkan tak sedikit warga yang menyiapkan infrastruktur di samping area gedung setengah jadi karena berharap rezeki. “Saya sudah siap menyewakan rumah kos jika kampus itu berdiri, tapi kenyataannya omong kosong,” kata Suryani, warga di kawasan Selomangleng, yang akan menjadi lokasi pembangunan kampus.
HARI TRI WASONO