TEMPO.CO, Bandung - Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengaku tertampar dengan peristiwa diperkosa dan dibunuhnya balita 2,5 tahun di Cibungbulang, Kabupaten Bogor. “Tentu kita sangat sedih dengan berita itu, awalnya kita mendengar di Bengkulu (peristiwa hampir sama), tapi ternyata, terasa seperti ditampar muka di siang bolong, di Jawa Barat juga ada, tepatnya di Bogor, sekarang kita terus segera tangani,” kata dia di Bandung, Kamis, 12 Mei 2016.
Aher, sapaan Ahmad Heryawan mengatakan, salah satu langkah yang ditempuhnya menugaskan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Jawa Barat dan Bogor untuk mendampingi keluarga korban. “Sekarang istri saya (Netty Heryawan), yang juga ketua P2TP2A Jawa Barat ada di lapangan untuk penanganan itu. Penanganan jangka pendeknya terhadap keluarga korban, terhadap lingkungan sekitar,” kata dia.
Menurut Aher, perlu disiapkan langkah bersama untuk penanganan jangka panjang agar peristiwa serupa tidak berulang. Salah satunya dukungannya terhadap penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) tentang hukuman tambahan bagi pelaku kejahatan seksual. “Saya setuju ada pemberatan, kita setuju semuanya,” kata dia.
Aher mengatakan, penerbitan perpu itu perlu dibarengi dengan perbaikan perilaku sosial masyarakat. “Kita lakuan penyelesaian dari masyarakat, di lapangan sosial perlu kita lakukan, dengan pendidik, majelis taklim, kelompk masyarakat, ormas, dan para ulama lebih baik lagi supaya akar persoalannya diselesaikan,” kata dia.
Menurut Aher, sedikitnya ada dua akar persoalan yang memicu kejahatan seksual dengan korbannya mayoritas perempuan dan anak-anak. “Akar persoalannya yang kelihatan itu tampak dua persoalan, pertama pornografi, kedua minuman keras atau miras. Itu dua hal yang sangat berpengaruh, tentu ada pengaruh lain selain pornografi dan miras,” kata dia.
Aher tidak merinci langkah yang akan dilakukan pada dua hal itu. “Secara rinci kita akan selesaikan bersama-sama mulai dari regulasi sampai masalah yang sangat teknis,” kata dia.
Presiden Joko Widodo menyetujui penerbitan penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) tentang hukuman tambahan bagi pelaku kejahatan seksual dalam rapat terbatasnya di Istana Presiden, Rabu, 12 Mei 2016. Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa membeberkan empat hal subtansi perpu tersebut yang dibahas dalam rapat terbatas bersama presiden. “Pertama pemberatan hukuman. Pemberatan itu, satu, hukuman pokoknya sesuai KUHP ada 20 tahun. Pemberatannya bisa seumur hidup, dan bisa hukuman mati,” kata dia di Bandung, Kamis, 12 Mei 2016.
Kedua soal kebiri kimia sebagai tambahan hukuman bagi pelaku predator, pelaku kejahatan seksual anak. Ketiga, presiden meminta adanya percepatan layanan atau quick response dan tempat pengaduan yang mudah di akses. Terakhir, psiko sosial terapi baik pada pelaku maupun korban dan keluarga korban. “Empat item itu diputuskan,” kata Khofifah
Budiansyah, 26 tahun, pelaku pemerkosaan dan pembunuhan terhadap LN, bocah 2,5 tahun, dijerat pasal berlapis. Pelaku menyimpan mayat LN di dalam lemari kemudian membuangnya di teras belakang rumahnya di Kampung Pabuarantonggoh, RT 03 RW 05, Desa Girimulya, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor.
"Pelaku kami jerat dengan pasal berlapis, dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara," kata Kepala Kepolisian Sektor Cibungbulang Komisaris Rony Mardiatun.
Pasal berlapis yang menjerat pelaku adalah Pasal 339 KUHP tentang pembunuhan yang didahului dengan tindak kekerasan serta Pasal 351 ayat 3 KUHP tentang penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian. "Bahkan, karena korban masih berusia 2,5 tahun, pelaku pun dijerat dengan Pasal 76d Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak," ujar Kapolsek.
Menurut Rony, pelaku hingga saat masih dalam pemeriksaan penyidik dan mendekam di sel Polsek Cibungbulang. "Kami masih mendalami motif pasti pemerkosaan dan pembunuhan korban."
AHMAD FIKRI