TEMPO.CO, Banda Aceh - Puluhan aktivis Aceh menggelar aksi hentikan kekerasan terhadap anak. Mereka meniup peluit beramai-ramai sambil teriak 'Stop Kekerasan terhadap Anak", di Simpang Lima Banda Aceh, Rabu 11 Mei 2016.
Koordinator Aksi, Eva Khovivah mengatakan aksi ini adalah bentuk solidaritas kepada anak koran kekerasan dan meminta negara untuk memperhatikan masalah tersebut. "Angka kekerasan terhadap anak terus meningkat dari tahun ke tahun, di Aceh maupun di Indonesia secara umum," ujarnya.
Dia menyebutkan, kasus terakhir di Aceh adalah dugaan pencabulan terhadap anak 8 tahun di Kabupaten Nagan Raya, yang terjadi pekan lalu. Polisi masih memburu pelakunya.
Kasus kematian yang menimpa YY di Bengkulu haruslah dijadikan pelajaran agar pemerintah dan semua pihak dapat menghentikan kekerasan seksual terhadap anak sejak sekarang. Kasus yang sama juga pernah menimpa D di Banda Aceh pada 2013 silam.
Dalam dua tahun terakhir di Aceh, catatan Jaringan Pemantauan Aceh (JPA) 231, bahwa kekerasan seksual rentan dialami oleh perempuan dan anak, dan banyak didapatkan bahwa pelakunya adalah orang terdekat korban.
Tahun 2013 ada 45 kasus dan tahun 2014 ada 57 kasus. Bahkan di tahun 2015 angka kekerasaan seksual bukan menurun malah meningkat, seperti yang sudah didokumentasikan oleh JPA 231 dan P2TP2A Aceh sebanyak 84 kasus. "Pemerkosaan adalah kasus yang tertinggi. Itu data yang terungkap," kata Eva.
Melalui aksi tersebut, pejabat pemerintah didesak untuk meneguhkan sikap secara serius berkomitmen atas pembahasan-pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual. "Korban harus diperhatikan hak-haknya atas keadilan, kebenaran dan pemulihan serta jaminan atas ketidakberulangan,” ujar Eva.
ADI WARSIDI