TEMPO.CO, Yogyakarta - Kalangan aktivis menyambut baik langkah Kementerian Dalam Negeri melarang pimpinan dan anggota dewan daerah di Indonesia melakukan kegiatan bimbingan teknis dan perjalanan dinas yang tidak perlu.
Desakan itu muncul kali pertama dari Bupati Purwakarta, Dedi, yang meminta pemerintah pusat menghapus biaya perjalanan dinas atau studi banding dan bimbingan teknis, karena dinilai hanya menjadi ajang akal-akalan dewan mencari tambahan penghasilan. “Kami bergembira penghapusan perjalanan dinas itu,” ujar aktivis Jogja Corruption Watch, Baharudin Kamba, Selasa, 10 Mei 2016.
Kamba menuturkan, selama ini parlemen daerah satu dan lainnya sering kali melakukan perjalanan bertajuk kunjungan kerja atas nama studi banding ataupun belajar ke daerah lain. Dia mensinyalir kegiatan itu tak lebih dari plesir belaka yang tak berdampak apa pun kepada masyarakat maupun konstituen. “Kegiatan itu tak bisa diukur manfaat serta efektivitasnya,” ujarnya.
Kementerian Dalam Negeri juga menyatakan, anggota dewan yang ingin menambah penghasilannya, lebih banyak melakukan rapat-rapat di dalam kota dan mendapat honor tambahan, dibanding perjalanan dinas ke luar.
Kamba mendesak pemerintah pusat, melalui Kementerian Dalam Negeri, tidak sekedar berwacana soal penghapusan perjalanan dinas itu. “Segera dibentuk peraturan menteri dalam negeri yang mengatur dan disosialisasikan agar publik bisa mengawasi bersama di daerah,” ujarnya.
Baca Juga:
Terbitnya beleid jelas soal penghapusan perjalanan dinas itu akan menjadi kontrol ketat berkaca pada regulasi dana purna tugas dewan yang sempat menyeret banyak anggota dewan di daerah. “Adanya regulasi jelas juga mencegah munculnya proyek siluman sejenis perjalanan dinas. Tak ada lagi akal-akalan,” ujarnya.
Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti, mengatakan pemerintah daerah hanya bisa menjalankan instruksi pusat jika penghapusan itu sudah dikeluarkan dalam bentuk regulasi yang jelas. “Mekanisme penghapusan anggaran itu sepenuhnya kami serahkan dewan,” ujarnya.
Wakil Ketua DPRD Kota Yogyakarta, yang juga Wakil Ketua Badan Anggaran, M. Ali Fahmi, menyatakan tak masalah dengan penghapusan perjalanan dinas itu. “Ya lebih baik banyak kegiatan di dalam kota saja, lebih efektif,” ujarnya. Hanya saja, kata Fahmi, pemerintah pusat tak hanya berwacana. “Segera terbitkan regulasinya agar bisa ditindaklanjuti. Tanpa regulasi, akan sama saja, bakalan tetap ada (kegiatan perjalanan dinas),” ujar politikus Partai Amanat Nasional itu.
Besarnya perjalanan dinas yang dialokasikan pemerintah dan DPRD Yogya sempat menjadi sorotan di kalangan internal dewan sendiri dan Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X.
Misalnya, ketika pada pembahasan APBD Perubahan tahun 2015 lalu, tiba-tiba saja jelang tutup tahun muncul usulan penambahan anggaran untuk perjalanan dinas. Usulan itu yang semula dianggarkan Rp 31,8 miliar meningkat 12 persen atau ditambah sekitar Rp 4 miliar, sehingga total biaya perjalanan dinas Rp 35,8 miliar.
Sultan HB X melalui surat evaluasinya meminta dilakukan efisiensi dan evaluasi ulang atas usulan itu, karena menilai serapan anggaran untuk perjalanan dinas sudah dialokasikan sebelumnya. Akhirnya semua usulan perjalanan dinas yang diusulkan di tiap alat kelengkapan dewan didrop, hanya menyisakan studi banding lima panitia khusus.
PRIBADI WICAKSONO