TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang membeberkan alasan pencegahan ke luar negeri terhadap Chairman Paramount Enterprise Eddy Sindoro. Menurut dia, pencegahan itu untuk meminta keterangan terkait keterlibatannya dalam kasus yang menjerat Panitera/Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution, dan melibatkan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi.
Saat ditanya perihal peran Eddy yang diduga sebagai perancang pemberian suap, Saut tidak membantah ataupun membenarkan. "Itu yang disebut di atas, masih akan didalami," kata Saut, Selasa, 3 Mei 2016. "Nah, itu kami pelajari dulu."
KPK menangkap Edy karena menerima duit Rp 50 juta dari Doddy Aryanto Supeno pada 20 April lalu. Duit itu bagian dari komitmen Rp 500 juta untuk Edy. Selain menyerahkan Rp 50 juta, Doddy sudah memberikan Rp 100 juta untuk Edy pada Desember tahun lalu di Hotel The Acacia.
Pemberian duit tersebut ditengarai untuk mengurus peninjauan kembali PT First Media atas putusan Pengadilan Arbitrase Singapura yang memenangkan Grup Astro. Lippo melalui First Media harus membayar ganti rugi kepada Astro Group US$ 230 juta dan Rp 6 miliar. First Media menggugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sampai Mahkamah Agung, tapi ditolak.
Setelah Edy dan Doddy ditetapkan sebagai tersangka, tim antirasuah meminta Imigrasi mencegah Sekretaris MA Nurhadi ke luar negeri. Keesokan harinya, tim KPK menggeledah rumah Nurhadi dan ruang kerjanya di MA. Saat penggeledahan di rumah pejabat tinggi MA itu, tim menyita duit dalam sejumlah mata uang asing dengan total nilai Rp 1,7 miliar. Belum diketahui asal usul duit di rumah Nurhadi tersebut.
Majalah Tempo edisi 2-8 Mei 2016 menyebutkan peran Eddy Sindoro adalah ikut merancang "pengamanan" perkara itu. Eddy diduga mengadakan pertemuan khusus dengan Nurhadi, Edy Nasution, dan Doddy di kantor Paramount. Nurhadi juga terdeteksi beberapa kali bertemu dengan Eddy Sindoro di kantor Paramount dalam tiga bulan terakhir. Selain dengan Eddy, kata petugas KPK, Nurhadi kerap bertemu dengan para petinggi Grup Lippo di beberapa tempat di Serpong.
Meski sudah jelas peran Eddy, KPK belum menjadwalkan pemeriksaannya. Begitu juga dengan pemeriksaan Nurhadi. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode Muhammad Syarief mengatakan masih akan berkoordinasi dengan penyidik untuk menjadwalkan pemeriksaan keduanya. "Nanti saya tanya dulu penyidik."
Hari ini, Komisi memeriksa sopir Doddy, Darmaji. Selain itu, komisi antirasuah memeriksa staf panitera niaga Pengadilan Jakarta Pusat, Sarwedi. Sarwedi seusai pemeriksaan menghilang saat diburu pewarta.
Di Cempaka Putih, Badan Pengawas Mahkamah Agung hingga saat ini masih melakukan pemeriksaan terkait dugaan pelanggaran kode etik terhadap Nurhadi. Juru bicara Mahkamah Agung, Suhadi, mengatakan Bawas masih menanti kepastian hukum dari KPK.
"Karena pada saat penggeledahan kan sudah ditemukan uang dan dokumen, nah KPK harusnya segera bertindak," kata Suhadi. "Saat ditemukan uang itu kan dalam pidana bisa saja ada unsur dari hasil kejahatan. Makanya saat ini Bawas masih menanti tindakan KPK itu."
REZA ADITYA | TIM TEMPO