TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melaporkan peretasan situsnya ke Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Selasa, 3 Mei 2016. KPAI datang membawa dokumen-dokumen yang dijadikan bukti peretasan.
"KPAI berkoordinasi atas peretasan situs. Ada dokumen negara yang menjadi rujukan dan kontrol publik tentang kasus anak," ujar Ketua KPAI Asrorin Ni'am Sholeh di lobi ruang Bareskrim Mabes Polri, Selasa, 3 Mei 2016.
Baca Juga:
Asrorin mengatakan situs KPAI diduga diretas karena lembaga perlindungan anak ini gencar memblokir situs game online. Game tersebut, menurut Asrorin, berdampak buruk bagi anak-anak. Sebab, game berisi adegan-adegan berbahaya, kekerasan, perjudian, dan pornografi.
"Ini adalah wujud perlawanan KPAI terhadap situs-situs jahat yang dekat dengan anak-anak. Menurut pemerintah, situs itu terlarang," ujar Asrorin.
KPAI, ucap Asrori, perlu mengambil langkah hukum atas peretasan situs resminya. Sebab, hal tersebut diatur dalam Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Terlebih, banyak data anak-anak Indonesia yang ada dalam situs yang diretas itu. "Dalam Undang-Undang 11 Tahun 2008 tentang ITE, larangan dan hukuman jelas (disebutkan) 6 sampai 8 tahun penjara," ujar Asrori.
Situs KPAI diretas oleh pihak yang tak bertanggung jawab pada Minggu, 1 Mei 2016. Peretasan ini terjadi setelah ramainya keluhan masyarakat terkait dengan pemblokiran situs game dewasa oleh lembaga perlindungan anak tersebut.
ARIEF HIDAYAT