TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Golkar di Dewan Perwakilan Rakyat, Budi Supriyanto, mengaku mengembalikan uang Sin$ 305 ribu ke KPK setelah Damayanti tertangkap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Budi mengklaim tidak tahu bahwa uang tersebut uang suap dari Direktur Utama PT Windu Tunggal Utama (WTU) Abdul Khoir.
Budi mengatakan ia belum membuka sama sekali uang yang dibungkus amplop cokelat dan dimasukkan dalam paper bag itu. "Uangnya utuh belum dibuka dan saya laporkan uangnya ke KPK pada 11 Januari 2016 karena ramai di berita (Damayanti tertangkap)," ujarnya saat menjadi saksi dalam persidangan Abdul Khoir di Ruang Kartika Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Selasa, 2 Mei 2016. Budi baru sadar bahwa uang tersebut ternyata dari Abdul Khoir untuk pemulus proyek.
Budi mengira uang yang diberikan Julia itu adalah uang proyek pengerukan jalan tol di Solo. "Saya kira itu uang pengerukan tol di Solo, Damayanti pernah mengajak saya mengerjakan proyek bersama di Solo. Saya bilang enggak punya modal, lalu Damayanti bilang mau bantu modalin," ujar mantan kolega Damayanti di Komisi Perhubungan DPR ini.
Budi menjelaskan, saat itu dia tengah mengikuti rapat pergantian Ketua DPR dari Setya Novanto ke Ade Komarudin di gedung DPR. Julia terus menghubunginya untuk bertemu dan akhirnya mereka setuju bertemu di Warung Soto Kudus di Tebet. Budi mengatakan hanya bertemu dengan Julia di tempat tersebut. "Waktu itu Ui (Julia) nitipin amplop senilai Rp 3 miliar, enggak cerita uang apa, hanya dia cerita itu uang dolar Singapura sebesar 3 miliar," tuturnya.
Budi menceritakan, sewaktu ke Solo, ia menemukan tanah seluas 25 hektare. Lalu dia mengajak Damayanti ikut berinvestasi dalam proyek tersebut. Budi mengatakan nilai investasi proyek itu sebesar Rp 9 miliar.
KPK telah menetapkan Budi sebagai tersangka kasus dugaan suap Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun anggaran 2016. "Penyidik KPK menemukan alat bukti yang cukup untuk menetapkan BSU (Budi Supriyanto), anggota DPR periode 2014-2019, sebagai tersangka," ujar Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati kepada wartawan di gedung KPK, Rabu, 3 Maret 2016.
Yuyuk menjelaskan, Budi diduga menerima hadiah dari Abdul Khoir agar memperoleh proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat," ujarnya. Budi dikenai Pasal 12-a atau 12-b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
ARIEF HIDAYAT