TEMPO.CO, Makassar - Seorang remaja putri berinisial AQ, 16 tahun, nekat melaporkan ayahnya, Muhammad Ikhsan, 43 tahun, ke Kepolisian Resor Gowa, Sabtu, 30 April 2016. AQ mengadu telah menjadi korban penganiayaan ayahnya di Kompleks BTN Nusa Tamarunang, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Jumat malam, 29 April. AQ mengaku dipukul dengan ikat pinggang hanya karena permasalahan sepele.
Juru bicara Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat, Komisaris Besar Frans Barung Mangera, menuturkan laporan AQ tercatat bernomor LP/B/420/IV/2016/SPKT. Menurut Barung, laporan tersebut masih diselidiki. "Polisi akan menguji kebenaran laporan itu," ucapnya, Sabtu siang ini.
Berdasarkan hasil pemeriksaan awal, kata Barung, penganiayaan tersebut berawal saat Ikhsan meminta AQ membuatkan makan malam. Permintaan Ikhsan tidak dilaksanakan AQ. Merasa diabaikan, Ikhsan marah. Dia mencambuk anaknya menggunakan ikat pinggang serta mengenai kaki, lengan, dan pipi anaknya. "Luka korban berupa lecet dan lebam," katanya.
Pengurus Lembaga Perlindungan Anak Sulawesi Selatan, Ghufran H. Kordi, mengatakan, apa pun alasannya, tidak sepatutnya seorang ayah menganiaya buah hatinya. Tindak kekerasan, ujar dia, tidak akan pernah menyelesaikan masalah. Bahkan dikhawatirkan malah menimbulkan trauma terhadap sang anak. Selain itu, bisa jadi sang anak akan meniru tindakan negatif orang tuanya tersebut.
Ghufran menuturkan tindak pidana yang dilakukan orang tua atau wali kepada anak bisa diganjar hukuman yang lebih berat. Karena itu, pihaknya mengimbau orang tua bisa lebih bijak. Ghufran juga mengimbau orang tua tidak menggunakan kekerasan bila berhadapan dengan anak. "Pendekatannya semestinya lebih halus. Jangan memaksakan kehendak kepada anak," ucapnya.
TRI YARI KURNIAWAN