TEMPO.CO, Palangkaraya - Ratusan warga Desa Tumbang Kalang, Kecamatan Antang Kalang, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah memprotes perusahaan kelapa sawit PT Bangkitgiat Usaha Mandiri karena dianggap merusak situs budaya mereka. Situs budaya itu berupa hutan adat Bukit Talali yang dubah jadi kebun kelapa sawit.
Bukit Talali dikeramatkan oleh pemeluk agama Hindu Kaharingan (agama asli suku Dayak). Sebelumnya Bulit Talali merupakan hutan lebat seluas 10 hektare yang didalamnya terdapat sandung (tempat menaruh tulang belulang leluhur). Namun kawasan bukit itu diubah menjadi kebun sawit dan hanya menyisakan sandung seluas 15 meter x 15 meter.
Menurut Ketua Dewan Adat Dayak Kecamatan Antang Kalang, Hardy, perusakan situs budaya pemeluk Hindu kaharingan telah dilaporkan ke aparat berwajib namun tidak direspons.
"Perusahaan pernah berjanji memberi program plasma kepada 488 masyarakat Tumbang Kalang namun tidak terealisasi. PT Bangkitgiat juga berjanji memberdayakannya penduduk lokal bekerja diperusahan," ujar Hardy, Rabu kemarin.
Sebelumnya, Selasa, 26 April 2916, ratusan warga Tumbang Kalang berunjuk rasa ke kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kotawaringin Timur. Mereka menuntut perusahaan yang telah beroperasi sejak 1996 itu menepati janjinya. Warga juga menuntut agar pemerintah perduli pada rusaknya hutan adat.
Heri Gunawan Lindu, salah satu pimpinan PT Bangkitgiat menolak menjawab saat dikonfirmasi. "Saya tidak mengenal Anda, jadi lain kali saja saya menjawabnya," ucapnya.
Ketua DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur John Krisli menuturkan masih terdapat sengketa antara masyarakat Tumbang Kalang dengan PT Bangkitgiat dalam berbagai hal, mulai soal dugaan pengerusakan hutan adat hingga program plasma kelapa sawit yang tak dijalankan perusahaan.
Ihwal masalah hutan keramat, ucap John, perusahaan mengatakan bahwa dari lahan 10 hektare hanya 6 hektare yang digarap untuk kebun sawit. "Dari bukti yang ditunjukan perusahaan kepada kami, tanah di bukit itu memang dibeli oleh perusahaan," tutur John, Kamis, 28 April 2016.
Soal program plasma, pihak perusahaan sudah menyatakan siap menyalurkan. Hanya saja saat ini masih terkendala masalah pembebasan lahan. "Karena dari total 440 hektare lahan yang akan digunakan untuk plasma baru 109 hektare yang telah siap. Kendalanya, masyarakat meminta ganti rugi atas tanah mereka yang akan dijadikan program olasam. Padahal program itu untuk masyarakat juga," ujarnya.
KARANA WIJAYA W.