TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Etik Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Ketua MK Arief Hidayat telah melakukan pelanggaran etik karena memberikan memo kontroversial kepada mantan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Widyo Pramono. Dewan Etik yang dipimpin Abdul Mukthie Fadjar dengan anggota Hatta Mustafa dan Muchammad Zaidun menyatakan Arief terbukti melanggar kode etik butir ke-8 soal kepantasan dan kesopanan sebagai hakim konstitusi. Namun, Dewan Etik memberikan sanksi ringan. "Sanksinya teguran lisan," kata Abdul Mukthie saat dihubungi, 29 April 2016.
Menurut Abdul, berdasarkan hasil pemeriksaan, Arief tidak terbukti menyalahgunakan jabatannya sebagai ketua Mahkamah Kontitusi. Putusan ini didasarkan pada pemeriksaan terhadap Arief, Widyo Pramono, Zainur Rochman, Bayu Dwi Anggono, dan pemeriksaan buku tamu Kejaksaan Agung. Dewan hanya berkesimpulan Arief tak berhati-hati karena memo yang ditulisnya dapat ditafsirkan berbeda. "Hanya bisa sampai itu pemeriksaan dewan etik," kata Abdul.
Abdul mengakui adanya banyak kejanggalan dan belum tuntasnya pemeriksaan atas isu katebelece tersebut. Salah satunya perbedaan pendapat soal keberadaan memo. Arief, Zainur dan Bayu mengklaim memo telah diterima secara langsung oleh Widyo saat diantar ke Kantor Jampidsus. Akan tetapi, menurut Widyo, tak pernah ada memo dari Arief. Sedangkan penilaian karya ilmiah, menurut Widyo, diambil supir pribadi langsung ke rumah dinas Arief.
Arief menulis tangan sebuah memo di atas kertas blocknote Mahkamah Konstitusi yang diduga sebagai katebelece kepada Widyo pada April 2015. Salah satu isinya, dia meminta Widyo seolah memberikan perlakuan khusus kepada Jaksa Negeri Trenggalek Muhammad Zainur Rochman. Arief menulis Zainur adalah salah satu kerabatnya.
Arief menitipkan memo dan amplop berisi penilaian karya ilmiah Widyo saat Zainur berkunjung ke Gedung Mahkamah Konstitusi. Zainur kemudian mengirimkan memo dan amplop tersebut ke Kantor Jaksa Agung Muda Pidana Khusus bersama Dosen Fakultas Hukum Universitas Jember Bayu Dwi Anggono.
Ketika isu ini mulai mencuat, Widyo membantah telah menerima memo dari Arief tentang seorang jaksa. Ia hanya mengakui adanya kedekatan relasi dirinya dengan Arief sejak sama-sama bertugas di Jawa Tengah. Ia juga menilai katebelece tersebut salah alamat karena dirinya tak memiliki kewenangan untuk memberikan promosi atau mutasi seorang jaksa. "saya kira tak ada kaitannya dengan saya," kata Widyo.
Di kesempatan berbeda, Ketua MK Arief Hidayat membantah telah menitipkan seorang kerabat yang berprofesi sebagai jaksa kepada Widyo. Ia juga enggan menanggapi isu katebelece tersebut dengan alibi hanya membuat gaduh negara. "Saya tak pernah memakai nama saya untuk kepentingan seperti itu," kata Arief, 19 Januari lalu.
FRANSISCO ROSARIANS