TEMPO.CO, Banda Aceh - Empat gajah berjalan beriringan. Tuah melangkah gagah di depan, disusul Siska lalu Nani dan terakhir Bayu. Di atasnya masing-masing mahout alias pawang gajah memandu berjalan dari Conservation Response Unit (CRU) Trumon, Aceh Selatan, ke sebuah sungai. Mereka ingin mandi pagi.
Tempo bermalam di rumah mereka di Desa Naca, Kecamatan Trumon, Kabupaten Aceh Selatan, sekitar 500 kilometer dari Banda Aceh, Sabtu, 16 April 2016, dua pekan lalu. Kawasan itu berada dalam Koridor Alam Leuser, penghubung Suaka Marga Satwa dengan areal Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL).
BACA JUGA
Teror Berlanjut, Rumah Tamara Disatroni Tamu Tak Diundang
Kisah Alan Turing Pecahkan Misteri Totol Macan Tutul
Pasukan gajah jinak itu kerap dipakai untuk mengusir gajah liar di seluruh Aceh. "Yang terbaru adalah mengusir gajah yang masuk permukiman di Kota Subulussalam," kata koordinator mahout CRU Trumon, Fransisco Sirait alias Koko.
Ada dua gajah yang mendatangi wilayah perumahan di sana, satu induk dengan satu anaknya. Gajah itu terjebak kembali di permukiman, setelah melintasi perkebunan sawit. Gajah Tuah dan rekannya kemudian dipakai untuk menggiring mereka kembali ke hutan.
Koko mengisahkan, pengalamannya yang menegangkan adalah saat menghadapi kawanan gajah di sebuah desa berbatas hutan Kabupaten Bener Meriah, November 2015. Ada 48 gajah liar yang masuk permukiman, mengganggu, dan memaksa warga mengungsi.
BACA JUGA
Teror Berlanjut, Rumah Tamara Disatroni Tamu Tak Diundang
Tamara Bleszynski Bertemu Penjambaknya, Inilah yang Terjadi
Gajah Tuah yang terbesar di seluruh CRU di Aceh menjadi pemimpin pasukan berbelalai panjang itu. Koko yang menjadi mahoutnya. Juga bergabung Bayu, Nani, dan Siska dalam pasukan. Beberapa gajah jinak dari CRU lainnya di Aceh ikut mem-back-up.
Tuah dan Bayu yang punya gading sepanjang satu meter adalah gajah petarung yang dilatih untuk tempur mengusir gajah liar. Tuah sempat berkelahi dengan salah satu pemimpin gajah liar saat pengusiran. Mahout Koko mengendalikan di atasnya.
Karena terlatih, Tuah menang. "Gajah itu tahu perasaan mahoutnya. Kalau kita ragu memerintah serang, gajah juga ragu," kata Koko. Walhasil, kawanan gajah liar berhasil diusir dari perumahan. Warga dan pemerintah setempat lantas membangun parit penghalang agar gajah liar tak masuk kampung lagi.
BACA JUGA
Cita Citata Tiba-tiba Punya Pacar Baru, Rekayasa?
Lia Eden Yakin Wujud Tuhan Bulat dan Berotasi
Gajah Tuah dan Bayu awalnya hewan liar yang ditemukan pada 2007 dan 2008. Keduanya dilatih di pusat pelatihan gajah Aceh di Seulawah, Aceh Besar. Dua tahun dilatih, gajah menguasai ragam ilmu bertarung maupun atraksi sampai 60 persen. Lantas mereka dipindahkan ke CRU dan dilatih lebih mantap lagi. Mahout sepenuhnya bertanggung jawab.
Keberadaan CRU Trumon banyak membantu meredakan konflik gajah dan manusia di Aceh. Peutua Desa Naca Trumon, Azuhri, mengatakan sebelum keberadaan CRU di sana, beberapa kali terjadi gangguan gajah di wilayahnya. Disebabkan oleh lahan sawit dan adanya kilang kayu yang terus merusak hutan. Pada 2005, misalnya, “Ada puluhan gajah yang masuk kampung, merusak kebun-kebun,” kata Azuri.
Warga kemudian menyambut baik ketika CRU dibangun di sana pada 2012. CRU Trumon berdiri atas inisiatif Balai Konservasi Sumber Daya Alam Aceh, Yayasan Leuser Internasional, Tropical Forest Conservation Act, USAID, dan tim Indonesia Forest and Climate Support (IFACS).
CRU Trumon dengan pasukan gajahnya, kini tak hanya menjaga Trumon, tapi juga membantu mengusir gajah-gajah liar di seluruh Aceh yang mengganggu kampung. “Mereka masuk kampung karena manusia merusak wilayah mereka, yang terpenting adalah bagaimana menjaga hutan,” nasihat Koko.
ADI WARSIDI
BACA JUGA
Aura Kasih ke Mantan Pacar: Dulu Aku Lugu, Bisa Ditipu
Ditahan di Kerobokan, Gitaris 'Geisha' Depresi: Ini Sebabnya