TEMPO.CO, Jakarta - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini membagikan pengalamannya dalam mereklamasi Pelabuhan Teluk Lamong di Surabaya. "Sewaktu saya memutuskan reklamasi, itu karena untuk kepentingan masyarakat banyak," ujarnya sesaat setelah menghadiri sebuah acara di Hotel Ritz-Carlton, Pacific Place, Jakarta, Rabu, 27 April 2016.
Menurut dia, saat itu kapasitas Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya sudah kewalahan. Apalagi kapal yang keluar-masuk pelabuhan tujuan dalam negeri semakin meningkat.
Risma pun mengizinkan pembangunan proyek nasional Pelabuhan Teluk Lamong. Menurut dia, dampak yang didapatkan masyarakat sangat signifikan. Harga barang pokok yang melalui pelabuhan berkurang setelah biaya operasional di pelabuhan turun.
"Di situ kami atur agar tidak banjir, kayak lagoon," kata Risma. Reklamasi yang dilakukan pemerintah dan Risma tidak disatukan dengan daratan Surabaya. Dataran buatan dipisahkan dengan dataran Surabaya. Kemudian Risma meminta dibuatkan kali agar, ketika air laut pasang, tidak terjadi banjir.
Menurut dia, biasanya biaya pengeluaran yang dikeluarkan pengusaha di pelabuhan mencapai Rp 300 juta per hari. Biasanya pengusaha baru dapat mengeluarkan barangnya setelah tiga hari. Saat ini, di Teluk Lamong, barang yang tiba di pelabuhan bisa langsung diambil dalam waktu sehari.
Risma melihat reklamasi harus diperuntukkan bagi kepentingan warga secara umum. Dia enggan mengomentari rencana reklamasi Teluk Jakarta. "Saya enggak mau komentar reklamasi Jakarta, enggak ngerti saya," tuturnya.
Saat ini Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memberlakukan moratorium pada pembangunan reklamasi Teluk Jakarta. Pengembang diminta melengkapi segala perizinan, termasuk izin mengenai dampak lingkungan dan sosial, dari Kementerian Kelautan. Untuk sementara, proses reklamasi itu dihentikan.
AVIT HIDAYAT