Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Survei: 4 dari 10 Orang Alami Diskriminasi di Masa Kecilnya

image-gnews
Anak-anak yang menjadi korban topan hagupit memegang papan bertuliskan
Anak-anak yang menjadi korban topan hagupit memegang papan bertuliskan "tolong kami, kami butuh makanan" untuk mendapatkan sumbangan dari pengendara motor di jalan Dolores, Samar, Filipina, 8 Desember. Setikdanya 21 orang tewas dalam topan ini. REUTERS/Erik De Castro
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Diskriminasi menjadi salah satu persoalan serius umat manusia. Riset yang dilakukan  Save the Children mengungkapkan bahwa 40 persen orang dewasa di seluruh dunia  mendapatkan diskriminasi ketika masih anak-anak.

"Diskriminasi karena alasan jenis kelamin, etnis, agama, menyandang disabilitas dan karena tidak adanya akses akibat lokasi terpencil dan atau adanya lokasi yang belum tersentuh oleh program pemerintah," demikian salah temuan survei seperti dipaparkan dalam siaran pers Save te Children pada 26 April 2016.

Hampir setengah (49 persen) responden survei mengatakan bahwa diskriminasi yang dialami berpengaruh pada akses mereka ke pendidikan. Bahkan lebih dari sepertiga (35 persen) tidak dapat mengakses pelayanan kesehatan pada saat kritis.

Jajak pendapat  yang melibatkan lebih dari 18.000 orang di seluruh dunia ini  merupakan yang terbesar dari yang pernah dilakukan oleh lembaga kemanusiaan.

Responden berasal dari 18 negara yang diwawancarai dalam periode 23 Maret 23 – 14 April 2016 oleh perusahaan internasional bidang riset opini dan konsultasi, GlobeScan.

Jajak pendapat ini untuk pertama kalinya dalam sejarah yang mengungkapkan bahwa diskriminasi sangat berdampak bagi kesempatan hidup seseorang.  

Survei ini menunjukkan  semakin memburuknya situasi diskriminasi pada tingkat global, antara lain dalam rangkuman di bawah ini:

1.  Sebanyak 56 persen responden menyatakan bahwa selama 20 tahun terakhir, diskriminasi terhadap anak-anak tidak membaik di negara mereka. Tiga puluh enam persen menjawab makin memburuk.

2. Secara regional, hasil survei di Afrika melaporkan tingkat tertinggi pengalaman diskriminasi di masa kecil mereka (58 persen).

3. Hampir setengah dari semua responden di Asia (45 persen) mengatakan mereka menghadapi diskriminasi ketika mereka masih anak-anak.

Hasil riset ini menegaskan bahwa meskipun kemajuan telah dicapai dalam menjangkau anak-anak termiskin di dunia, anak-anak dari kelompok tertentu masih mendapatkan perlakuan diskriminasi. Mereka masih secara konsisten diabaikan, walaupun jelas merupakan kelompok yang paling rentan.

Laporan "Every Last Child"  ini mengungkapkan bahwa anak-anak tersebut mengalami diskriminasi karena alasan geografi, jenis kelamin, etnis, penyandang disabilitas dan korban konflik. Tentunya situasi seperti ini mengancam masa depan anak-anak.

Patrick Watt, Global Campaign Director, Save the Children menjelaskan sulit untuk melukiskan gambaran secara lengkap mengenai anak-anak yang terdiskriminasi ini karena memang banyak negara yang tidak fokus dalam  menganalisa masalah ini secara mendalam.

"Namun pengalaman kami bekerja di 120 negara di seluruh dunia menunjukkan bahwa  diskriminasi memang makin menjadi ancaman besar bagi anak-anak miskin hari ini," kata Watt.  

Dalam kondisi yang paling parah, diskriminasi dapat menyebabkan kematian. Menurut data, sekitar 16.000 anak meninggal setiap harinya karena penyebab yang sebetulnya dapat dicegah. Sebagian besar dari jumlah tersebut, ujarnya, berasal dari kelompok masyarakat yang  rentan dan tersisihkan

Jelas bukan sebuah kebetulan, bahwa diskriminasi telah mencegah anak- anak yang paling rentan untuk mendapatkan layanan yang dapat menyelamatkan jiwa dan meningkatkan kualitas hidup mereka. "Anak-anak ini bisa dikatakan telah ditinggalkan atau diabaikan secara disengaja."  

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ada sekitar 15 juta anak di seluruh dunia yang harus dilindungi agar mereka memiliki kesempatan yang sama untuk bertahan hidup dan mendapatkan akses layanan kesehatan, pendidikan dan gizi tanpa memandang siapa atau di mana mereka tinggal.

Untuk mendukung program itu, Yayasan Sayangi Tunas Cilik – mitra kerja Save the Children  di Indonesia --  meluncurkan kampanye “Berpihak pada Anak” untuk tiga tahun ke depan. Ini sejalan juga dengan kampanye “Every Last Child” yang dilakukan Save the Children secara global.   

"Sudah menjadi kewajiban kita untuk memastikan agar semua anak Indonesia dapat bertahan hidup, tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang aman dan perlindungan yang optimal " kata Selina Patta Sumbung, Ketua Yayasan Sayangi Tunas Cilik, mitra kerja Save the Children di Indonesia.

Melalui kampanye ini,  mereka menyeru kepada para pengambil keputusan di tingkat keluarga, masyarakat, pemerintah untuk memastikan agar anak-anak miskin dan termarjinalisasi dapat mengakses layanan dasar yang dapat menyelamatkan jiwa mereka. Juga membantu anak-anak itu tumbuh kembang dalam lingkungan yang aman, untuk menjadi manusia berkualitas.

Kampanye ini  menyerukan para pemimpin dunia untuk berkomitmen terhadap tiga jaminan dasar. Yakni, pembiayaan yang adil  sehingga layanan penting dibiayai secara berkelanjutan untuk semua pemanfaat, perlakuan yang sama bagi semua anak, dan bagi para pengambil keputusan untuk akuntabel terhadap kebijakan yang diambil.

Saat ini sekitar 147.000 anak di Indonesia meninggal setiap tahun sebelum mencapai ulang tahun yang kelima. Sebanyak 8.800 ibu meninggal setiap tahun di Indonesia saat atau segera setelah melahirkan.

Dengan tingkat ilmu dan teknologi dunia saat ini, banyak dari kematian ibu dan bayi sebenarnya terjadi karena sebab yang dapat dicegah. Ibu dan anak di keluarga paling miskin dan tinggal di daerah terpencil Indonesia, seperti di beberapa wilayah timur Indonesia saat ini belum mendapatkan layanan kesehatan yang memadai untuk memastikan keselamatan ibu dan bayi.

Data Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2012, menunjukkan secara umum masyarakat yang tinggal di wilayah pedesaan, kelompok miskin, menghadapi tantangan tertinggi. Angka kematian balita per 1000 kelahiran hidup di Provinsi Papua Barat tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan Provinsi Riau (74 vs 25).

Kematian bayi baru lahir per 1000 kelahiran hidup  tiga kali lebih tinggi di Maluku Utara (37) dibandingkan dengan Kalimantan Timur (12). Sementara prevalensi anak pendek (stunting) di NTT adalah lebih dari 50 persen, jauh di atas angka nasional 37.2 persen.

"Ases ke pelayanan kesehatan dan pendidikan yang tidak memadai merupakan tindakan diskriminatif yang sama pentingnya dengan diskriminasi berdasarkan gender, etnis, agama dan penyandang disabilitas," kata Selina Sumbung.

Saat ini dan masa mendatang sangat penting bagi Indonesia untuk menjangkau anak-anak yang belum terjangkau dan masih mengalami diskriminasi karena berbagai alasan, memastikan mereka mendapatkan program dan layanan yang dibutuhkan.

Yayasan Sayangi Tunas Cilik akan mendukung Pemerintah Indonesia untuk melakukan berbagai terobosan dalam upaya kelangsungan hidup anak, memastikan kualitas pendidikan sejak dini, dan melindungi anak dari kekerasan.  

Mereka juga mendukung pemerataan tenaga medis dan perbaikan kualitas layanan kesehatan  untuk menyelamatkan ibu dan bayi. Termasuk juga mendukung berbagai program untuk anak-anak yang selama ini diabaikan seperti anak di daaerah terpencil, anak dengan disabilitas, anak perempuan yang rentan perkawinan dini dan anak dari kelompok etnis minoritas.

UNTUNG WIDYANTO

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Tanggapan Korban atas Vonis 15 Tahun Kiai Gadungan Pemerkosa Santri

3 jam lalu

Ilustrasi Pemerkosaan. shutterstock.com
Tanggapan Korban atas Vonis 15 Tahun Kiai Gadungan Pemerkosa Santri

Terdakwa melalui kuasa hukumnya telah memutuskan untuk mengajukan banding atas vonis hakim. Akui pemerkosaan terhadap tiga santri dan jamaah.


Menteri PPPA Apresiasi Program Binaan Pertamina di Sulsel

21 hari lalu

Menteri PPPA Apresiasi Program Binaan Pertamina di Sulsel

Kunjungan kerja Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Republik Indonesia ke Provinsi Sulawesi Selatan menjadi momentum penting dalam mengapresiasi peran Pertamina dalam mendukung pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.


Marak Kekerasan Anak di Sekolah, KPAI Dorong Percepatan Pembentukan Satgas Daerah dan Tim PPKSP

37 hari lalu

Ilustrasi Persekusi / Bullying. shutterstock.com
Marak Kekerasan Anak di Sekolah, KPAI Dorong Percepatan Pembentukan Satgas Daerah dan Tim PPKSP

KPAI meminta segera dibentuk Satgas Daerah dan Tim Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP).


Viral Video Bullying di Balikpapan: Pelajar SMP Dijambak dan Ditinju, Kasus Ditangani Polisi

46 hari lalu

Penanganan kasus pengeroyokan di SMP Negeri 13 Terititip, Balikpapan Timur. Instagram/PolsekBppntimur
Viral Video Bullying di Balikpapan: Pelajar SMP Dijambak dan Ditinju, Kasus Ditangani Polisi

Dunia pendidikan Indonesia kembali tercoreng dengan kasus perundungan (bullying) siswa oleh rekan-rekannya


Sudah Tetapkan Tersangka, Polisi Ungkap Motif Bullying di Binus School Serpong

48 hari lalu

Penetapan tersangka dan ABH dalam kasus bullying geng pelajar Binus School Serpong di Mapolres Tangerang Selatan, Jumat 1 Maret 2024. TEMPO/Muhammad Iqbal
Sudah Tetapkan Tersangka, Polisi Ungkap Motif Bullying di Binus School Serpong

Polres Tangerang Selatan mengungkap motif di balik bullying atau perundungan di Binus School Serpong.


Satu Tersangka Bullying di Binus School Serpong sudah Bukan Pelajar

48 hari lalu

Penetapan tersangka dan ABH dalam kasus bullying geng pelajar Binus School Serpong di Mapolres Tangerang Selatan, Jumat 1 Maret 2024. TEMPO/Muhammad Iqbal
Satu Tersangka Bullying di Binus School Serpong sudah Bukan Pelajar

Polisi menetapkan 4 tersangka dan 8 Anak Berhadapan Hukum dalam kasus bullying di Binus School Serpong


KPAI Minta Kasus Perundungan di Binus School Harus Dilakukan Secara Cepat

57 hari lalu

KPAI dan UPTD PPA Kota Tangerang Selatan mendatangi Polres Tangsel dalam kasus bullying di SMA Binus Serpong, Selasa 20 Februari 2024. (TEMPO/Muhammad Iqbal)
KPAI Minta Kasus Perundungan di Binus School Harus Dilakukan Secara Cepat

Komisioner KPAI Diyah Puspitarini menyatakan akan mengawal secara transparan kasus perundungan geng Binus School ini.


FSGI Imbau Masyarakat Jangan Sebar Video Perundungan Siswa Binus Serpong

58 hari lalu

Binus School Serpong. serpong.binus.sch.id
FSGI Imbau Masyarakat Jangan Sebar Video Perundungan Siswa Binus Serpong

FSGI mengimbau agar video perundungan itu tidak lagi disebarluaskan karena berpotensi ditiru oleh peserta didik lain.


Korban Perundungan SMA Binus Serpong Bertemu KPAI dan PPA Tangsel, Menghindari Awak Media

58 hari lalu

Mobil yang dinaiki Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tiba di Binus School Serpong pasca viralnya berita perundungan siswanya di Tangerang, Banten, Rabu, 21 Februari 2024. Perundungan ini menyebabkan korbannya dirawat di rumah sakit. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Korban Perundungan SMA Binus Serpong Bertemu KPAI dan PPA Tangsel, Menghindari Awak Media

Dalam pertemuan itu, KPAI memastikan korban bullying geng Binus School Serpong sudah mendapatkan pendampingan psikologis.


Save the Children Minta 3 Kandidat Tak Lupakan Isu Kesejahteraan Anak di Debat Capres Besok

3 Februari 2024

Capres nomor urut 1 Anies Baswedan, Capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo dan Capres nomor urut 2 Prabowo Subianto saat mengikuti debat ketiga Calon Presiden 2024 di Istora Senayan, Jakarta, Minggu, 7 January 2024. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Save the Children Minta 3 Kandidat Tak Lupakan Isu Kesejahteraan Anak di Debat Capres Besok

Tiga calon presiden yaitu Anies Baswedan, Prabowo, dan Ganjar Pranowo diminta tak melupakan isu kesejahteraan anak di debat capres terakhir besok.