TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo mengatakan warga negara Indonesia yang disandera kelompok Abu Sayyaf sulit dibebaskan karena posisinya yang terus berpindah. Menurut Jokowi, kelompok Abu Sayyaf terus memindahkan sandera agar tidak terlacak.
"Kita tahu kayak kemarin sandera sudah dipindahkan lagi ke tempat yang lain. Pindah-pindah sandera itu juga menyulitkan kita. Tapi insya Allah segera kami selesaikan," kata Jokowi di Istana Negara, Selasa, 26 April 2016. Presiden mengatakan upaya pembebasan sandera memang tidak mudah. Ia mencontohkan ada sandera yang sudah ditahan selama enam atau delapan bulan. "Malah kemarin ada yang sudah dieksekusi. Tidak segampang itu. Jangan memudahkan persoalan," tuturnya.
Presiden mengatakan Indonesia terus berkomunikasi dengan pemerintah Filipina dan kelompok penyandera untuk membebaskan sandera. Tapi, kata dia, Indonesia memang tidak bisa serta-merta masuk wilayah Filipina untuk membantu upaya pembebasan. Pasalnya, diperlukan izin dari pemerintah dan parlemen Filipina agar militer Indonesia bisa masuk ke wilayah tersebut. "Ini yang memang sangat menyulitkan," katanya.
Kelompok Abu Sayyaf diduga bertanggung jawab atas penyanderaan kapal tunda (tugboat) Henry dan kapal tongkang Cristi di perairan perbatasan Malaysia dan Filipina pada Jumat lalu. Dalam penyanderaan sepuluh WNI, akhir Maret lalu, kelompok tersebut menuntut uang tebusan hingga 50 juta peso (Rp 14,3 miliar). Pemerintah Indonesia menolak terlibat dalam pemenuhan tebusan itu.
Sejak 2004, dalam berbagai kasus penyanderaan, baik yang diliput media maupun tidak, proses pembebasan paling cepat adalah tiga bulan. Sebagian besar berlangsung selama 6 bulan-2 tahun.
ANANDA TERESIA