TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Kalimantan Tengah Tute Lelo menjelaskan, jajarannya tidak mungkin melakukan pencetakan sawah di areal hutan produksi.
"Bila tanah itu belum ada pembebasan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kami tak akan berani menggarapnya karena berimplikasi dengan masalah hukum," katanya pada Kamis, 21 April 2016.
Dia berharap, terjadi perubahan status dari hutan produksi ke area penggunaan lainya (APL). Sebelumnya, Presiden Jokowi mencanangkan program cetak sawah di Kalimantang Tengah seluas 17.300 hektare.
Pekerjaan proyek yang dijadwalkan akan tuntas pada Juli 2016, yang pengerjaannya melibatkan pihak TNI, itu saat ini sudah selesai dibangun seluas 3.500 hektar.
Dari 17.300 hektare, masing-masing kabupaten/kota, yang terbagi atas 14 wilayah, mendapatkan jatah 5.000 hektare cetak sawah baru.
Tute berharap, pemerintah memberi perhatian mengenai kondisi ini. Sebab, sangat mustahil dilaksanakan.
"Karena sangat tidak mungkin ada kelompok tani yang mengurus sendiri perizinannya," katanya.
Karena itu, ia meminta pemerintah pusat membantu petani mengurus perizinan.
Menurut Tute, sebenarnya ada alternatif lain, yakni sepanjang lahan bisa dimanfaatkan untuk pertanian selagi tidak masuk ke hak guna bangunan (HGB) perusahaan perkebunan kelapa sawit atau milik warga.
Ia melanjutkan, hal itu juga sulit diwujudkan karena para tenaga teknis, yang berada di lapangan, tetap enggan menggarap lahan sebelum ada pelepasan kawasan.
"Padahal izin (dari) bupati agar kelompok tani segera menggarap lahannya sudah ada, tapi para tenaga teknis yang mendampingi kelompok tani tak berani karena takut tersangkut hukum," ujarnya.
KARANA WW