TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai terorisme dan radikalisme berasal dari negara gagal. Negara gagal yang ia maksud ialah negara yang tercerai-berai karena konflik tak kunjung usai. "Penyebabnya bisa karena internal dan eksternal," kata Kalla. Hal itu ia sampaikan dalam acara penutupan “Musabaqah Hafalan Al-Quran dan Hadist Tingkat Asia dan Pasifik Ke-7” di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Kamis, 21 April 2016.
Ia mencontohkan Irak, Afganistan, dan Suriah, di mana konflik internal terus terjadi hingga melibatkan negara asing, terutama negara-negara dunia Barat. Menurut Kalla, untuk mencegah berkembangnya aksi terorisme, semua negara yang berpenduduk muslim mesti bersatu dan menjaga nilai-nilai Islam.
Kalla mengapresiasi negara-negara Eropa yang menerima korban konflik di Timur Tengah. Namun yang terpenting di balik itu ialah selesainya pertikaian. Kalla tak memungkiri aksi terorisme juga terjadi di Indonesia. Namun ia mengatakan hal itu masih bisa diatasi dengan mengedepankan toleransi.
Kalla menambahkan, penduduk Indonesia mesti bersyukur karena bisa leluasa menjalankan ibadah. Ia menyebutkan ada 800 ribu masjid di Indonesia dan 30 ribu sekolah Islam atau pesantren. "Bahkan 90 persen masjid berdiri tanpa bantuan pemerintah," ucapnya. Menurut dia, hal itu merupakan ciri khas Islam yang berkembang di Indonesia, termasuk perlombaan pembacaan Al-Quran atau musabaqah tilawah.
Musabaqah, kata Kalla, penting diadakan sebagai bentuk penerapan nilai-nilai religius. Namun yang terpenting lagi ialah melaksanakan aturan agama.
Ia meminta umat Islam agar bersatu padu dalam menjalankan aturan agama. Perbedaan yang terjadi dalam praktek merupakan hal biasa dan tak perlu dipertajam. "Kami tidak mau perbedaan jadi konflik," kata Kalla.
ADITYA BUDIMAN